Jumat, 28 Agustus 2009

DISTRICT-9 : PENDERITAAN PARA PENGUNGSI

Kemarin, Kamis (27/8), keluar dari Teater 1 Cinema XXI Senayan City (ya, mal yang diisi dengan tampang dua bule--yang menjadi ikon-nya--yang berpose 'merayakan' Hari Kemerdekaan), saya bisa mengatakan cukup puas. Bahkan, barangkali, jika nanti saya bertemu alien dalam perjalanan melaksanakan tugas kantor, saya akan lebih berempati pada makhluk-makhluk asing tersebut. Setidaknya, saya tidak akan histeris dan berlarian ke sana ke mari meyelamatkan diri sampai ... saat alien tersebut mulai menembaki saya!

Nggak.... Saya akan lebih serius. Saya setuju dengan beberapa resensi yang saya baca mengenai film ini. Bahwa ini memang film tentang alien yang berbeda. Jujur nih, sepanjang film, saya sangat bersimpati pada para alien yang punya teknologi canggih (namun anehnya, di sisi lain juga mirip makhluk dari masa purbakala, liar dan agak 'gila'!) dan sebal minta ampun pada manusia yang memperlakukan para alien tersebut lebih buruk daripada sapi gila.

Adalah Wikus Van De Merwe (Sharlto Copley), seorang agen Multi-National United (MNU) di Johannesburg yang bertugas mengevakuasi jutaan alien atau prawn yang menghuni District 9 ke District 10. Alien-alien yang pada tahun 1982 diselamatkan dari pesawat luar angkasa mereka tersebut dianggap telah menjadi masalah baru karena terus-menerus berkembang.


Namun, Wikus yang tadinya sama saja dengan manusia lain--memandang rendah kaum prawan--mendadak terinfeksi sebuah cairan misterius yang membuatnya perlahan bermutasi menjadi prawn. Segera saja, ia menjadi buruan MNU karena menjadi satu-satunya manusia yang tetap hidup setelah terinfeksi DNA prawn. Dengan begitu, Wikus dapat mengoperasikan senjata canggih para prawn yang tidak dapat dioperasikan oleh manusia biasa. Wikus pun kabur ke District 9 untuk bersembunyi.

Namun, Wikus tak lantas berubah menjadi pendukung prawn. Sifat dasarnya yang penakut dan agak egois (ini manusiawi banget karena posisi Wikus benar-benar terjepit!), membuatnya tetap menyulitkan Christopher Johnsson, prawn pemilik cairan yang menginfeksi Wikus. Christopher menjanjikan bahwa ia bisa menyembuhkan Wikus dari 'penyakit'-nya, namun untuk itu ia harus kembali ke pesawat induknya dulu.

Persamaan kepentingan membuat Wikus dan Christopher berjibaku merebut kembali cairan tersebut dari MNU. Sebab, hanya dengan itu Christopher bisa mengoperasikan pesawat mini-nya kembali ke pesawat induk mereka yang selama lebih dari 20 tahun hanya mengambang di langit Johannesburg (tapi anehnya, pada saat genting, ternyata, pesawat induk prawn bisa juga dikendalikan dari Bumi untuk mengambil pesawat mini prawn!).


Wikus yang tadinya penakut perlahan berubah menjadi pemberani dan tidak egois lagi. Ia rela berkorban untuk menolong Christopher dan anaknya kembali ke pesawat induk mereka dan pulang ke planet asal mereka....

Saya cukup puas dengan film ini meskipun menemukan beberapa kejanggalan. Neill Blomkamp sebagai sutradara sekaligus salah seorang penulis film ini mampu mengaduk-aduk emosi saya (hihihi, emangnya kopi, pake diaduk-aduk segala?!) hingga jadi bertanya-tanya sendiri : jangan-jangan manusia Bumi adalah makhluk paling egois dan bermental penjajah di seluruh jagad raya?

Semoga tidak begitu, ya....

Gambar :
Kompas Entertainment

Read More..

Kamis, 20 Agustus 2009

MERAH PUTIH : NASIONALISME YANG 'ASING'

Sebenarnya, saya sudah nonton film ini pada hari pertama pemutarannya, tanggal 13 Agustus lalu di Blok M. Tidak seperti saat menonton film MERANTAU seminggu sebelumnya, saya keluar dari teater 2 Studio 21 Blok M Plaza dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Padahal, film yang turut dikerjakan oleh sineas Hollywood tersebut seharusnya mampu menggugah saya. Tapi, saya kok merasa 'hambar' seperti makan sayur asem tapi garamnya kurang jadi asemnya ga dapet....



Dari awal feeling saya memang sudah kurang enak. Seperti ada yang berbisik, "sudah, nonton GI JOE saja. Ngapain nonton film perang Indonesia?" Tapi dasar saya tidak mau mengikuti kata hati, saya tetap saja memilih 'nasionalisme' daripada mendapatkan hiburan yang sepadan dengan harga tiket bioskop. Dan hasilnya, saya agak kecewa....

Soalnya, saya paling 'alergi' dengan dialog-dialog yang Hollywood banget seperti "Merindukan aku?" yang diucapkan Dayan setelah menolong Amir dan istrinya dari serangan seorang tentara Belanda. Tapi yah, namanya juga yang nulis skenario adalah bapak dan anak dari Hollywood, jadinya ya sebuah film yang penuh dengan dialog-dialog yang juga bisa kita temukan dalam film-film Hollywood macam Indiana Jones.


Hal lain yang mengganggu saya adalah 'kebodohan' Kapten Taufik, atasan kuartet Amir, Dayan, Thomas dan Marius, saat Belanda menyerang acara pesta dansa para lulusan Sekolah Tentara Rakjat (memangnya ada pesta dansa pada masa genting seperti itu?), pada awal film. Masa' Letnan Amir yang baru jadi tentara saja lebih tahu bahwa menyerang balik dalam keadaan terjepit adalah sebuah strategi perang yang salah? Padahal, katanya Kapten Taufik tuh adalah tentara yang hebat dan berpengalaman.... Hanya karena nasionalisme, Kapten Taufik nekad menerjang peluru Belanda yang berakibat tewasnya sejumlah tentara Indonesia. Gimana, sih?

Tapi, terlepas dari kekecewaan saya soal film yang katanya berbiaya 60 milyar (sudah termasuk biaya produksi sekuel kedua dan ketiganya) ini, saya memang merasakan ada yang berbeda daripada film perang buatan 'murni' Indonesia. Pada adegan penyerangan Belanda terhadap pesta dansa, efek asap yang membumbung memang berbeda dengan efek yang ditampilkan dalam film-film perang Indonesia sebelumnya. Mirip banget dengan yang kita lihat di TV pas berita perang. So real.

Oh ya, hampir lupa nih, menuliskan basic story film berdurasi 2 jam-an ini. Intinya, ada lima anak muda Indonesia dengan latar belakang dan motif berbeda-beda, bergabung untuk menjadi calon perwira. Namun, dalam perjalanannya, terjadi benturan di antara mereka yang menimbulkan konflik-konflik 'kecil'. Padahal, di luar sana, Belanda sedang memburu para pejuang Indonesia....

Secara keseluruhan, film ini hanya kurang greget. Tidak buruk, cukup bagus-lah. Tapi ya itu tadi, saya jengah dengan dialog yang terlalu Hollywood, sementara tidak ada hal lain dari film ini yang bisa menarik hati saya. Akhir kata, Merdeka! Allaahu Akbar!

Gambar :
kompas entertainment

Read More..

Kamis, 13 Agustus 2009

KASIH SEPANJANG MASA : BELAJAR MEMBUAT CERITA TANPA TOKOH ANTAGONIS

Beberapa hari terakhir ini, saya punya acara TV favorit baru. Acara tersebut adalah sebuah sinetron Taiwan yang berjudul KASIH SEPANJANG MASA (judul aslinya saya tidak tahu, maaf....), yang ditayangkan lagi oleh stasiun DA AI TV.

Sebenarnya, sinetron yang disponsori oleh Yayasan Budha Tzu Chi ini diangkat dari kisah nyata seorang wanita bernama Lin Zhu. Lin Zhu yang berasal dari keluarga sederhana ini memiliki perjalanan hidup yang berliku. Namun dengan semangat dan kegigihannya, ia berhasil menjalani kehidupannya dengan baik.

Kisahnya sendiri diawali oleh pecahnya keluarga Lin Zhu hanya karena ibu Lin Zhu tidak bisa melahirkan anak laki-laki. Karena frustrasi, ibu Lin Zhu kabur dari rumah hingga Lin Zhu dan kakaknya, Qiao Jin, harus dibesarkan oleh seorang ibu tiri yang baik hati.

Setelah dewasa, nasib malang serupa ibunya dialami oleh Qiao Jin. Qiao Jin pun dijutekin mertua lantaran anak pertamanya adalah perempuan. Hal ini membuat Lin Zhu takut menikah. Saat akan dijodohkan, Lin Zhu kabur dan pergi mencari ibu kandungnya. Tapi, tak lama kemudian, Lin Zhu pun bertemu dengan jodohnya, Pan Yi Feng, seorang tentara dari Cina Daratan yang merantau ke Taiwan.

Sebenarnya, kisah yang ditawarkan oleh drama mengharu biru ini dapat terjadi pada siapa saja. Justru hal inilah yang membuat sinetron ini menjadi istimewa. Setiap tokohnya adalah sosok-sosok yang sangat manusiawi, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan yang paling saya sukai dari sinetron ini adalah... tidak ada tokoh antagonis!

Bukan apa-apa, setelah menonton kebanyakan sinetron Indonesia, kita selalu menemukan tokoh yang berhati baik (kadang-kadang malah agak bodoh) dan tokoh yang jahatnya minta ampun. Seolah di dunia ini isinya hanya orang-orang dengan dua jenis kepribadian saja : baik dan jahat. Padahal, anak kecil juga tahu bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, jadi mengapa harus mendramatisir dengan menampilkan tokoh-tokoh berkarakter hitam putih?


Oleh sebab itu, sinetron KASIH SEPANJANG MASA ini dengan segera menjadi referensi saya dalam mempelajari cara menulis cerita tanpa menampilkan tokoh antagonis. Rahasianya ternyata sederhana :
  1. Jangan menampilkan karakter yang ekstrim baik atau ekstrim jahat. Tampilkan tokoh-tokoh yang manusiawi, yang bisa melakukan kesalahan dan mampu memperbaiki akibat dari kesalahan tersebut.
  2. Jangan berlebihan dalam menentukan porsi kemunculan salah satu tokoh. Sekalipun tokoh utama, tidak berarti harus muncul dalam hampir semua adegan. Bukan hanya dari segi frekuensi pemunculan, melainkan juga 'mutu' pemunculan tokoh utama tersebut. Kalau dalam setiap pemunculannya, tokoh utama ditampilkan dengan karakter yang itu-itu saja (misalnya, nangis melulu atau marah-marah terus atau bisanya cuma mengkhotbahi orang saja), bisa dipastikan, penonton bakal 'pegal hati' melihat tampangnya.
  3. Jangan menampilkan tokoh utama sebagai orang tak berdaya! Seperti dalam kebanyakan sinetron lokal di mana tokoh utama (biasanya wanita) menjadi 'muka tonjokan' atau sosok yang disiksa melulu tanpa bisa melawan. Sekalinya melawan, harus dengan bantuan orang lain atau menggunakan cara yang licik, selicik tokoh antagonis yang biasanya menyiksa dia!
  4. Jangan mengurangi peran tokoh-tokoh penting yang menentukan gerak tokoh lain. Misalnya, jangan mengurangi peran tokoh orang tua dalam menasihati anaknya yang telah melakukan kesalahan. Maaf-maaf saja, ya, dalam sinetron Indonesia, tokoh orang tua umumnya akan marah-marah pada anaknya jika melakukan kesalahan. Sulit menemukan contoh orang tua yang 'meluruskan' kelakuan anaknya dengan tanpa kekerasan verbal mau pun fisik.
Hmmm.... apa lagi, ya? Hehehe, saya masih memikirkannya. Soalnya, apa yang saya tulis di atas hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman, tanpa didasari teori menulis cerita yang baik. Makanya, jangan percaya mentah-mentah apa yang saya tulis tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. Namanya juga sedang berusaha berbagi...

Oke, sampai di sini dulu. Kapan-kapan saya menulis lagi, tentunya dengan tema yang tidak jauh-jauh dari film, sinetron mau pun media audio visual lainnya seperti video klip musik dan iklan (saya orang aneh yang suka nonton iklan di TV!). Mari....

Read More..

Selasa, 11 Agustus 2009

MUSIC SAVES MY LIFE! (2)

Musik menjadi salah satu bagian yang menjadi perhatian saya dalam sebuah film. Sekalipun tidak tahu cara membaca not balok (waktu sekolah dulu, nilai mata pelajaran seni saya paling bagus hanya 7!), saya tetap suka musik. Apalagi, kalau dalam sebuah film,musik menjadi bagian (penting) dalam cerita, yang (kalau bisa) mengubah dan menyelamatkan hidup seseorang....


CONNIE AND CARLA (2004)
Film kocak ini menjadi satu dari sekian film yang bagi saya, tidak membosankan untuk ditonton brulang-ulang. Kisahnya juga unik, mengenai sepasang cewek yang dianggap aneh karena ingin menjadi bintang panggung musik teater. Suatu hari, Connie (Nia Vardalos) dan Carla (Toni Collette) terpaksa kabur dari kejaran penjahat karena menjadi saksi mata kasus pembunuhan. Dari Chicago, mereka kabur ke LA dan menemukan jalan untuk menjadi bintang panggung seperti impian mereka. Hanya, 'jalan' itu dapat terbuka jika mereka menyamar menjadi drag queen alias ratu banci! Film ini lucu sekali, sangat menghibur. Selain itu, ada hal yang (bagi saya) unik, karena sangat berbeda dengan apa yang ditampilkan dalam film-film Indonesia. Jika dalam film Indonesia, sosok banci hanya menjadi bahan pemancing tawa, maka dalam Connie and Carla, banci ditampilkan sebagai sosok manusiawi yang punya perasaan. Ada plot tentang hubungan Jeff (David Duchovny) dengan abangnya yang telah menjadi banci sahabat Connie dan Carla yang cukup menyentuh juga. BTW, lagu-lagunya lumayan oke, lho!

AIRHEADS (1994)
Dibintangi antara lain oleh Brendan Fraser dan Adam Sandler, film ini berkisah tentang tiga musisi frustrasi yang nekad menyandera sebuah stasiun radio agar lagu-lagu mereka dapat diputar. Meski pada akhir cerita, ketiga sahabat ini harus menjalani hukuman di penjara, namun mereka berhasil mewujudkan mimpi mereka : menjadi bintang rock melalui siaran langsung dari penjara! Lucu, agak gila dan kurang masuk akal, tapi bolehlah untuk hiburan....



REALITA, CINTA DAN ROCK N ROLL (2004)
Film yang dibintangi oleh Herjunot Ali, Vino G. Bastian dan Nadine Chandrawinata ini mengisahkan sepasang sahabat yang ingin menjadi bintang rock n roll, namun mendapatkan berbagai masalah. Sebenarnya 'masalah' tersebut tidak secara langsung dapat memengaruhi perjalanan hidup mereka menuju cita-cita dambaan, namun karena ini film keluarga, bolehlah.... Masalah-masalah yang mereka hadapi adalah salah seorang di antara mereka, harus menerima kenyataan bahwa ia hanyalah anak angkat. Sementara yang satu lagi, harus menahan malu karena sang ayah telah berubah menjadi banci guru salsa! Tapi, dengan semangat rock n roll, tentunya hal itu bukan menjadi masalah, dong. Meski pada akhir cerita, mereka menjadi sepasang penari salsa, tak lantas melunturkan semangat mereka untuk ber-rock n roll!

GARASI (2004)
Film yang dirilis hampir bersamaan dengan Realita, Cinta dan Rock N Roll ini sebenarnya 'parah' banget. Maksud saya, sebagai film tentang anak band yang independen, cerita yang ditampilkan justru sangat 'sinetron', cengeng dan umum. Masa' 'hanya' karena menjadi 'anak haram', seorang musisi independen harus terganggu hidupnya? Lalu, urusan cinta lagi-lagi menjadi penghalang di antara anak band Garasi untuk berkiprah dalam dunia musik. Yang benar saja, ah.... Namun syukurlah, pada akhirnya, semua masalah teratasi dan Garasi Band (yang kabarnya telah pecah itu) bisa berkiprah lagi. Meskipun, jalan menuju kiprah itu kurang mencerminkan independensi tiga tokoh utamanya....

THE SCHOOL OF ROCK (2003)
Sama seperti Connie and Carla, ini adalah film kocak yang tidak membosankan untuk ditonton. Dapat ditonton oleh seluruh anggota keluarga, lucu, menyentuh namun membawa semangat rock yang kental. Lagu-lagunya asyik semua. Saya sendiri sempat nge-fans pada anak-anak yang menjadi anggota band-nya Dewey Finn (Jack Black) dalam film ini. Terutama pada Tomika (Maryam Hassan), si penyanyi latar yang gendut tapi memiliki suara dahsyat! Apalagi yang bisa saya katakan, ini adalah film yang mengasyikkan dan tidak akan membosankan!

Huf, sepertinya saya harus pamit lagi, nih. Masih ada kerjaan yang menunggu, tapi tetaplah mencintai film dan musik. Karena movie and music save our lives! Berlebihan, ya? Hehehe, namanya juga lagi semangat.... Semangat!

Gambar :
CONNIE AND CARLA, AIRHEADS, THE SCHOOL OF ROCK
internet movie data base
REALITA, CINTA DAN ROCK N ROLL
theusagis
GARASI
vholenxcrome

Read More..

Senin, 10 Agustus 2009

MUSIC SAVES MY LIFE! (1)

Sebagai orang yang sama sekali tidak bisa memainkan satu pun alat musik, saya sering terkagum-kagum melihat mereka yang terhitung jago memainkan berbagai jenis alat musik. Yah, sebenarnya saya bisa memainkan alat musik yang gampang seperti harmonika. Tapi ya cuma itu. Ah, malangnya aku ini....

Makanya, saya jadi menyukai film-film musikal atau film yang setidaknya membahas musik. Apalagi jika musik (ceritanya) mengubah atau menyelamatkan hidup seseorang. Hehehe, film itu biasanya (hanya 'biasanya', sebab ada juga film yang membosankan ^_^) masuk dalam daftar film tentang musik yang mengubah hidup versi saya. Misalnya, film-film di bawah ini :

DANNY THE DOG (UNLEASHED) (2005)
Salah satu film Jet Li yang paling saya sukai. Film ini menceritakan seorang pemuda bernama Danny yang hidupnya 'diselamatkan' oleh musik. Padahal, sebelumnya Danny, yang 'dibesarkan' oleh 'ayah angkat' yang seorang penjahat di Glasgow adalah petarung yang lebih mirip robot tanpa perasaan sama sekali. Namun, setelah bertemu dengan sebuah keluarga dari Amerika yang penuh kasih sayang dan memperkenalkannya pada musik, sedikit demi sedikit masa lalu Danny mulai terkuak. Danny pun harus memilih : kembali pada kehidupan lamanya yang penuh dengan darah dan kekejian atau menjalani hidup baru yang penuh cinta dan... tentu saja, musik.

AUGUST RUSH (2007)
Dalam film dengan musik yang indah ini, Freddie Highmore berperan sebagai bocah yang jenius dalam bidang musik. Sejak bayi, August atau Evan Taylor sudah tinggal di panti asuhan. Namun, August yakin, ia dapat menemukan orang tuanya lagi melalui musik yang ia mainkan hingga akan terdengar oleh orang tuanya. Terus terang, saya sampai terheran-heran melihat aksi August dalam memainkan gitar. Jago banget, Jimmi Hendrix aja bisa kalah, tuh! Makanya, dengan segera film ini menjadi salah satu kesukaan saya. Kalau kamu pernah nonton, kamu pasti akan suka juga.


THAT THING YOU DO! (1996)
Sebenarnya, film ini agak membosankan bagi saya karena sepanjang film, lagu yang dimainkan hanya itu-itu saja, yakni That Thing You Do. Film yang dibintangi oleh antara lain Liv Tyler dan Tom Hanks ini mengisahkan perjalanan karir one hit wonder band yang bernama The Wonders. Hanya dalam hitungan bulan, empat anak muda asal Pensylvania berubah menjadi bintang paling terkenal setelah The Beatles. Namun, setelah kejayaan mereka genggam, band pun mengalami keretakan yang berujung pada bubarnya band asal kota kecil tersebut. Yeah, meskipun hanya sejenak, hidup para anggotanya pernah 'diselamatkan' oleh musik....

BIOLA TAK BERDAWAI (2003)
Satu dari tiga film Nicholas Saputra yang tidak saya sukai. Tapi yah... karena salah satu tokoh dalam film ini, yakni Dewa (Dicky Lebrianto), hidupmya 'diselamatkan' oleh musik yang dimainkan oleh Bhisma (Nicholas Saputra) dan tarian Renjani (Ria Irawan), maka saya masukkan saja dalam daftar film tentang musik yang menyelamatkan hidup seseorang atau lebih. Ceritanya sih bagus, tapi karena alurnya lambat dan penampilan Jajang C. Noer sebagai dokter anak yang lebih mirip dukun santet, saya jadi agak bete saat menonton film ini.

RAY (2004)
Film kelas Oscar ini juga bukan film favorit saya. Tapi karena hidup Ray Charles (Jamie Foxx) telah 'diselamatkan' oleh musik, yah... masukkan saja dalam daftar. Seperti yang kita ketahui bersama, Ray Charles adalah musisi jenius yang telah mengalami kebutaan sejak kecil. Masa kecilnya terhitung suram, hingga pada masa dewasanya, ia sempat tumbuh menjadi pribadi yang rapuh dan kecanduan obat-obatan terlarang. Namun berkat kecintaannya pada musik, ia mampu bertahan dan 'kembali ke jalan yang benar'. Sebenarnya saya agak bosan juga saat menonton film ini, tapi tak bisa saya jelaskan kenapa. Hanya karena lagu-lagu Ray Charles memang ciamik, makanya saya betah menonton film berdurasi panjang ini hingga selesai....

Sampai di sini dulu, ya. Nanti saya lanjutkan lagi. Soalnya, selain kelima film di atas, masih banyak film yang menurut saya bisa masuk dalam daftar ini. Lihat saja nanti!

Music (usually) saves my life!

Gambar:
BIOLA TAK BERDAWAI :
admingroup.vndv.com
DANNY THE DOG, AUGUST RUSH, THAT THING YOU DO!, RAY :
imdb.com

Read More..

Minggu, 09 Agustus 2009

FILM SEPERTI APA YANG KITA SUKAI?

Film terakhir yang saya tonton di bioskop adalah MERANTAU karya GH Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais. Saya suka film itu karena seru, menegangkan dan 'unik'. Unik di sini maksudnya adalah kemampuan para pembuat film tersebut dalam memasukkan nilai-nilai lokal Indonesia ke dalam film tanpa membuat film tersebut menjadi menggurui dan membosankan.

Tapi, kadang-kadang, saya juga tidak bisa menjelaskan, mengapa saya suka sebuah film. Contohnya film JANJI JONI (2005). Karya pertama Joko Anwar itu menjadi satu dari tiga film Indonesia favorit saya. Biasanya, saya tidak suka menonton film Indonesia yang dialog-nya kebarat-baratan seperti "aku cuma kelebihan bagasi buat kamu" atau "gue sudah sampai pada titik di mana gue ga ragu lagi buat mematahkan rahang kamu". Tapi entah mengapa, JANJI JONI membuat saya bisa menerima semua itu.

Tadinya saya pikir, saya suka film ini hanya karena profesi tokoh utamanya unik dan soundtrack-nya keren. Tapi tidak juga. Soalnya, kalau dipikir-pikir lagi, apa istimewanya sih profesi kurir itu? Sama seperti profesi saya (saya bukan kurir, tapi profesi saya sekarang bukanlah profesi impian), tidak akan ada anak sekolah yang bercita-cita menekuni profesi seperti yang saya tekuni saat ini. Juga, setelah mendengarkan album soundtrack JANJI JONI entah berapa puluh kali, lama-kelamaan saya bosan juga.

Lantas, apa yang membuat saya menyukai sebuah film? Hmmm.... Kalau dicari-cari lagi alasannya, mungkin akan ketemu yang seperti ini :

LUCU
Film apa pun itu, sekalipun bukan komedi, sebaiknya memasukkan bumbu komedi yang pas. Contohnya TRANSFORMERS (2007). Saya selalu mengingat adegan kocak saat Autobots harus 'bersembunyi' di rumah Sam karena Sam cemas, keberadaan Autobots tersebut akan ketahuan oleh orang tuanya. Jadilah, Autobots 'bersembunyi' di mana saja di sekitar di rumah Sam, termasuk di atap rumah. Jadi, kalau mau membuat film jadi menarik, melucu-lah pada saat dan tempat yang pas.


MUSIK YANG PAS
Selain JANJI JONI, film lain yang scoring-nya bikin saya kepincut adalah THE DARK KNIGHT. Musiknya mencekam, membuat merinding bulu romaku. Ups, berlebihan, tapi memang begitulah adanya, saya benar-benar terhanyut (tapi tidak sampai tenggelam) oleh tata musik film ini. Aku cinta The Joker eh, Batman (juga)!

HATI BERDARAH-DARAH KARENA DIA
Hehehe, maksud saya, cerita dalam sebuah film yang menghanyutkan (sekali lagi, tapi tidak sampai tenggelam!) adalah hal yang menarik hati. Kalau perlu, sampai bisa membuat saya menitikkan air mata! Contohnya banyak. Selain THE DARK KNIGHT (saya tidak menangis, tapi benar-benar terhanyut oleh ketegangan yang ditawarkan), saya juga suka cerita ADA APA DENGAN CINTA? yang sederhana mau pun NAGABONAR (1987). Oke, MERANTAU juga menggugah hati saya, soalnya saya pun seorang perantau seperti Yudha. Puas?

SUTRADARA & PENULIS SKENARIO
Bagi saya, urusan siapa yang membuat film lebih penting daripada siapa yang bermain di dalamnya. Saya menyukai karya-karya Joko Anwar, Salman Aristo, Hanung Bramantyo, Deddy Mizwar dan Ifa Isfansyah (film pendeknya, HARAP TENANG, ADA UJIAN! adalah film pendek yang sangat lucu!). Meskipun tidak semua karya mereka menjadi favorit saya, setidak-tidaknya, saya merasa 'cocok' dengan gaya bertutur mereka dalam membuat sebuah film.

SIAPA YANG BERMAIN?
Ehm, oke, ini penting juga. Soalnya, saya juga seringkali batal menonton sebuah film hanya karena salah seorang pemainnya tidak saya sukai atau tidak menarik hati. Maksud saya, sekalipun seorang bintang telah menjadi sangat terkenal, saya tidak lantas ikut memujanya. Ada lho, aktor dan aktris yang aktingnya bikin saya bete. Lalu, ada juga bintang film yang suka cari sensasi dan langganan infotainment. Nah, jenis bintang film yang terakhir ini yang bikin saya malas menonton film-nya di bioskop. Saya sudah sering melihatnya di TV, jadi mengapa saya harus buang duit untuk melihat aktingnya di bioskop? Lagian, biasanya bintang sejenis ini aktingnya tidak saya sukai (saya pakai istilah 'tidak saya sukai', soalnya saya sendiri tidak paham ilmu akting, jadi tidak bisa menilai apakah akting seseorang bagus atau tidak). Jadi, buat apa ke bioskop? Tunggu saja sampai filmnya tayang di TV... ^_^

Eh, sudah dulu, ya? Terima kasih buat kamu yang mau membaca tulisan iseng ini. Tapi sebelum berpisah, saya mau tanya, film seperti apa yang kamu sukai?

Gambar:
Mazzbadai

Read More..

Jumat, 07 Agustus 2009

MERANTAU : MAAF, TIDAK ADA JILID DUA

Sepupu saya, yang lahir dan besar di Jakarta, suka memandang enteng hal-hal berbau 'kampung'. Makan makanan tidak enak, disebutnya makanan dari kampung. Bertemu orang yang gaptek, sekalipun ia tahu bahwa orang tersebut berasal dari kota besar seperti Jakarta, disebut orang kampung.

Padahal, orang kampung punya segudang kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang kota. Misalnya, keinginan yang kuat untuk membantu sesama manusia, sekalipun si orang kampung tersebut tidak mengenal siapa yang ditolong.

Keikhlasan dan keberanian 'orang kampung' dalam menolong orang yang baru ia temui inilah yang menjadi inti kisah dari MERANTAU, sebuah film yang menyuguhkan aksi-aksi laga yang seru dan menegangkan. Adalah Yudha (Iko Uwais), seorang pemuda asal Bukittinggi yang merantau ke Jakarta, meninggalkan ibu dan abangnya di kampung. Yudha ingin menjadi lelaki sejati. Diharapkan, dengan merantau, Yudha akan mendapatkan pengalaman hidup yang akan menjadi bekal dalam hidupnya.

Namun dalam perantauannya, Yudha justru bertemu dengan dua bersaudara, Astri (Sisca Jessica) dan Adit. Dua anak malang ini, dibantu Yudha, menghindar dari kejaran komplotan pedagang wanita pimpinan seorang bule yang entah siapa namanya itu. Maka, dimulailah petualangan dan pertarungan demi pertarungan antara Yudha melawan sindikat perdagangan manusia tersebut.

Saya pernah membaca resensi untuk film ini. Katanya, dari segi cerita, film ini sempat kedodoran-lah atau apa-lah. Tapi saya tidak peduli. Saya suka film ini, suka sekali!

Seharusnya, inisiatif membuat film seperti ini tidak datang dari orang-orang bule semacam GH Evans, tetapi dari orang Indonesia sendiri. Namun apa yang terjadi saat filmnya sudah selesai diproduksi? Ada yang mengkritik nama para tokohnya yang katanya, lebih mirip nama orang Jawa daripada nama orang Sumatera, serta hal-hal kecil lain yang terlalu konyol untuk dipersoalkan.

Walaupun saya bukan orang Sumatera dan film ini tidak disutradarai oleh orang Indonesia, saya tetap bangga, Indonesia bisa memiliki film sebagus ini. Saya belajar banyak dari film ini. Terutama, belajar bagaimana mengangkat dan mengemas muatan lokal menjadi sebuah film yang menarik, tidak menggurui dan yang paling penting, tidak membosankan. Masa bodoh dengan berbagai kritik yang ditujukan pada film ini. Bagi saya, ini film yang bagus.

Saya bahkan heran, mengapa film ini--saat saya tonton di bioskop--tampaknya sepi peminat? Jumlah penonton hanya sekitar 8-10 persen dari daya tampung teater. Mudah-mudahan hal ini bukan karena saat itu masih jam kantor dan jam sekolah. Saya jarang sekali berharap agar sebuah film bisa ditonton oleh banyak orang. Namun khusus untuk MERANTAU, saya bahkan berdoa semoga banyak orang bisa menonton sekaligus memetik pelajaran--pelajaran apa saja--dari film berdurasi 2 jam ini. Sekadar catatan, kelihatannya, tidak akan ada film MERANTAU JILID DUA. Jadi, kalau mau nonton aksi Iko Uwais sebagai Yudha, sekaranglah saatnya!

Satu hal lagi, film ini menunjukkan bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Jika kita membantu orang lain, lakukan dengan tulus. Syukur-syukur bisa mengubah hidup orang yang kita bantu tanpa pamrih tersebut.

Membantu orang lain dengan ikhlas dan tidak setengah-setengah, itulah yang membedakan 'orang kampung' dengan 'orang kota'.

Read More..

Rabu, 05 Agustus 2009

PLANET 51 : MEMBALIK SUDUT PANDANG

Seminggu lalu, saat menonton UP, saya tertarik pada trailer sebuah film animasi 3D (hm... apa masih ada ya, film bioskop animasi 2D sekarang ini?) berjudul PLANET 51. Walaupun hanya menonton trailer singkat, tapi tawa yang terdengar di gedung teater yang mulai dipenuhi penonton, ternyata sangat riuh. Sebab, cuplikan adegan yang ditampilkan memang sangat lucu!

Ceritanya, Kapten Charles "Chuck" Baker, seorang astronot mengira bahwa dialah manusia pertama yang mendarat di sebuah planet yang disebut Planet 51. Padahal, di planet tersebut, telah hidup sebuah bangsa, yakni makhluk berwarna hijau yang kehidupannya mirip manusia bumi pada tahun 1950-an. Masalahnya, karena kehidupannya masih kalah 'canggih' dengan manusia masa kini, maka cara berpikir makhluk hijau tersebut mirip manusia bumi tahun 50an, takut pada invasi makhluk asing alias 'alien'!

Chuck pun mengalami apa yang dialami oleh alien yang biasanya diburu oleh manusia di Bumi. Dikejar-kejar karena ditakutkan hendak menguasai planet 51. Beruntung ada makhluk hijau (saya tidak pakai istilah 'alien', karena dalam film ini, 'alien' adalah manusia Bumi, yakni Chuck) bernama Lem yang bersedia menolong Chuck agar tidak tertangkap oleh militer Planet 51. Apalagi, Chuck harus segera kembali ke pesawat luar angkasanya. Karena jika tidak, dalam waktu 74 jam Chuck tidak kembali, maka pesawatnya akan meninggalkannya!


Sebenarnya, banyak sekali film (yang serius, bahkan seram) yang menceritakan invasi 'alien' dari sudut pandang manusia Bumi. Namun Planet 51, bagi saya, sangat istimewa karena bercerita dengan sudut pandang yang terbalik. Maksud saya, jika pada umumnya 'alien' adalah makhluk dari planet asing yang 'mengunjungi' Bumi, maka dalam Planet 51, 'alien' adalah manusia Bumi itu sendiri. Uniknya lagi, jika pada umumnya makhluk selain manusia Bumi digambarkan memiliki teknologi yang sangat maju, maka dalam Planet 51, makhluk selain manusia Bumi tersebut justru tampil sebagai makhluk yang 'terbelakang'.

Dari film yang akan tayang 20 November di bioskop Amerika Serikat (uuugh, masih lama!) ini, saya belajar bahwa sebuah cerita tidak akan pernah basi, selama kita pandai mengemasnya. Soalnya, saya sering banget mendengar keluhan dari sesama calon (calon, soalnya belum ada skenario utuh saya yang diproduksi ^_^) penulis skenario (cerita) yang bingung mencari ide. Padahal, ide cerita itu adalah hal yang sangat mudah ditemukan. Yang sulit adalah bagaimana mengatur dan mengemasnya menjadi menarik!

Jadi, kalau benar kita bingung mencari ide, mengapa tidak menulis ulang sebuah cerita dari sudut pandang tokoh yang berbeda? Misalnya nih, menulis ulang kisah Cinderella dari sudut pandang kakak-kakak tirinya atau kalau mau lebih 'enak', menulis ulang AADC? dari sudut pandang Milly.... Bisa jadi, kisah-kisah yang pada awalnya 'drama banget' itu akan berubah menjadi komedi yang kocak. Dan Planet 51 sudah membuktikan hal tersebut!

Jadi, kalau bingung mencari ide cerita, ingat saja cerita Planet 51. Temukan sebuah cerita yang populer, lalu tulis ulang berdasarkan sudut pandang tokoh lain dalam cerita tersebut. Tapi jangan lupa, nama tokoh-tokohnya diganti dulu, biar tidak dituduh menjiplak. Selamat mencoba!

Gambar:
www.kapanlagi.com

Read More..

Selasa, 04 Agustus 2009

MERANTAU : MODAL TRAILER YANG SERU & CAST YANG KEREN

Kalau tidak salah Minggu (2/8), saya menonton tayangan behind the scene film Indonesia baru, Merantau. Film yang dibintangi oleh Iko Uwais dan disutradarai oleh G.H. Evans ini, menurut rencana akan tayang di bioskop pada 6 Agustus 2009 ini.

Awalnya, saya tidak begitu berminat untuk menonton film yang kabarnya menelan biaya tinggi ini. Namun setelah menonton trailer-nya yang menunjukkan betapa serunya film ini, saya pun berubah pikiran.

Cuplikan adegan yang mengingatkan saya pada film-film Hongkong tersebut adalah saat Yudha (Iko Uwais) melompat dari atap sebuah (tampaknya itu gedung, saya kurang yakin juga) ke atap gedung lain. Yudha lalu mengambil sebatang bambu, lalu mengarahkannya pada seorang musuh yang mengejarnya, yang juga ikut melompat ke atap gedung tempat Yudha mendarat. Ujung bambu itu tampaknya tepat mengenai dada si pengejar dan... trailer pun usai. Yap, saya penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut nasib pengejar Yudha tersebut.


Namun, setelah saya amat-amati (cieee), Iko Uwais, bintang utama yang aslinya memang adalah atlet pencak silat, ternyata keren juga. Good looking-lah. Oke, bertambah lagi alasan bagi saya untuk menonton film produksi PT. MERANTAU FILMS ini. Wajah Iko yang segar dan tampak cukup mulus, memungkinkan dia untuk menjadi bintang baru yang bersinar. Saya berdoa untuk dia, soalnya saya juga suka lihat aksi dan penampilan fisiknya, hehehe.

Selanjutnya, kalau belum cukup, dalam film yang juga ditulis oleh sutradaranya ini, kita bisa menemukan akting beberapa bintang Indonesia yang jelas lebih senior daripada Iko. Deretan bintang itu, antara lain adalah Christine Hakim, Donny Alamsyah dan Alex Abbad.

Kalau alasan-alasan tersebut belum cukup, baiklah saya akan menambahkan lagi dengan membeberkan ceritanya. Cerita dalam film ini khas film aksi laga : seseorang menjadi korban kebiadaban penjahat. Lalu, sang jagoan, Yudha, menolongnya keluar dari masalah. Oke, ceritanya tampaknya tidak begitu istimewa. Tapi karena dirangkaikan dengan isu 'merantau' yang memang jamak dilakukan oleh orang-orang Padang dan Minangkabau serta pencak silat gaya harimau, film ini jadi punya nilai tambah.

Sudahlah, tidak usah berpanjang-panjang. Kita tunggu saja penayangan film yang tampaknya akan sangat seru ini!

Gambar:
http://www.merantau-movie.com/

Read More..

Minggu, 02 Agustus 2009

3 DOA 3 CINTA (LAGI)

Tempo hari, Jumat (31/07/2009) di toko buku MP Book Point di Jl. Puri Mutiara, Cilandak, saya ikut menghadiri acara Nonton Bareng dan Diskusi Film 3 Doa 3 Cinta. Acara yang berlangsung sejak sore hingga malam tersebut ternyata minim peminat meskipun kabarnya ada sangat banyak orang yang menyatakan akan hadir. Bayangkan, hanya 15 orang peserta di luar praktisi seperti Ekky Imanjaya, Eric Sasono dan Nurman Hakim sendiri yang tampil sebagai pembicara.

Sebenarnya, saya sudah menonton film ini beberapa bulan yang lalu. Namun karena berharap dapat beertemu dengan Nurman Hakim (syukur-syukur cast film tersebut juga hadir), saya pun menghadiri acara tersebut. Lumayan, siapa tahu dapat hadiah berupa DVD yang di pasaran harganya cukup mahal.

Acara dimulai menjelang pukul 5 sore dengan pemutaran film. Selama pemutaran film, meskipun Nurman Hakim dan Ekky Imanjaya sudah hadir sejak pukul 4, mereka tidak ikut menonton, hanya asyik berbincang di luar tempat pemutaran. Saya sendiri sempat keluar dari tempat pemutaran untuk ke kamar kecil dan makan snack gratisan (ow, asyik!) buat mengganjal perut, lalu masuk lagi untuk menonton.

Usai acara nonton, barulah diskusi dimulai. Kebanyakan peserta bertanya pada Nurman Hakim mengenai maksud dan esensi dari film tersebut. Kecuali salah seorang peserta yang sok pinter yang menyebut bahwa film tersebut 'biasa aja'. Pertanyaan-pertanyaan yang ia sampaikan dengan nada 'saya banyak tahu film dan kebanyakan film Indonesia itu kacangan', membuat saya empat merasa eneg. Sok pinter, padahal belum juga jadi apa-apa... Bikin bete saja.


Kita tinggalkan saja soal peserta diskusi sok pinter itu. Saya mau ngomong soal apa yang saya rasakan selama acara berlangsung. Terlepas dari film 3 Doa 3 Cinta yang beralur lambat, saya suka film ini. Selain karena ada Mas Nico yang ganteng (suit suit hehehe), juga karena ceritanya sebenarnya lebih menarik daripada film-film 'religi' lainnya.

Makanya, saya senang sekali saat di akhir acara, dapat menjawab sebuah pertanyaan untuk mendapatkan sekeping DVD Premium 3 Doa 3 Cinta. Lumayan, hehehe... Apalagi, dalam DVD tersebut, ada tandatangan Nico, Dian dan Nurman, pula. Sampai tiga kali tandatangan, bo! Hehehe, bisa buat dipamerkan pada teman-teman, biar pada ngiri.

Minggu depan, ada acara sejenis di TIM. Mudah-mudahan saya bisa datang...

Gambar:
www.3doa3cinta.com

Read More..