Jumat, 27 Juni 2008

PRODUCTION HOUSE DAN IN HOUSE YANG MUNGKIN DAPAT MEMBANTU KITA MERAIH CITA-CITA


Teman, ada yang mau menjadi artis atau penulis skenario, misalnya, tapi tidak tahu harus 'melamar' ke mana? Nah, berikut ini adalah daftar Production House (PH) dan In House Stasiun TV, yang diambil dari berbagai sumber, yang bisa menjadi tujuan kita jika ingin mewujudkan cita-cita kita.

Yang termuat di sini adalah PH atau in house yang dapat saya peroleh nomor telepon dan atau alamat e-mail-nya, jadi bisa tanya-tanya dulu sebelum melamar ke sana. Sementara beberapa PH yang cukup produktif namun belum saya peroleh nomor telepon atau e-mail-nya sengaja di-pending dulu pemuatannya. Nanti deh, kalau datanya sudah lebih lengkap, baru saya up date lagi. Satu hal lagi, beberapa dari nama PH di bawah ini adalah PH yang memproduksi acara-acara non drama seperti variety show atau reality show, jadi tidak semuanya memproduksi sinetron atau film bioskop.

Data di bawah ini juga adalah up dated akhir 2007-awal 2008, jadi mudah-mudahan masih bisa dijadikan acuan. Saya juga minta bantuannya untuk menyampaikan kritik, saran dan pujian (iyalah, saya pasti senang dipuji!) serta terutama, info tambahan yang dapat memperkaya daftar di bawah ini. Jadi, marilah kita berusaha...



  1. ANT' PRODUCTION. Memroduksi FTV. Alamat : Jl. Bangka 8C No. 19, Pela Mampang, Jaksel. Telp. 021-93481920

  2. ASA PRODUCTION. Memroduksi sinetron seri. Alamat : Jl. Rawajati Timur No. 11, Rawajati, Jaksel. Telp. 021-93311117, 021-85210000696

  3. ASTRO TV. Citra Graha Building Lt. 9 Suite 901, Jl. Gatot Subroto Kav. 35-36 Jaksel. Telp. 021-30060000

  4. BIF PRODUCTION. Memroduksi FTV. Alamat : Jl. Gedung Panjang I No. 19B Lt. 2 (Bandengan Utara) Jakbar. Telp. 021-6930059

  5. CIPTA SARANA MEDIA. Memroduksi FTV. Alamat : Jl. Ruko Madrid 2 Blok H No. 25 BSD Junction. Telp. 021-93111107

  6. DEMI GISELA CITRA SINEMA. Memroduksi film bioskop, sinetron seri. Alamat : Komp. Rukan Pondok Kelapa Blok B 7-8, Jl. Raya Pondok Kelapa, Jaktim. Telp. 021-86904104
  7. FLIP PRODUCTION. Memroduksi sinetron seri, bioskop. Alamat : Jl. Kemang Raya No. 18 D, Jakarta 12730. Telp. 021-7193101
  8. FRAME RITZ. Jl. Cempaka Putih Tengah 15 No. 28, Jakarta. Telp. 021-4222671, 4222672

  9. GMC ENTERTAINMENT. Komp. Perumahan Kranggan Permai, Jl. Wijaya Kusuma Blok AS 43 No.28, Kranggan, Jatisampurna, Bekasi 17433. Telp. 021-93731964

  10. GR PRODUCTION. Memroduksi film bioskop. Alamat : Jl. Cempaka No. 2, Poltangan, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jaksel 12530. Telp/Fax. 021-7817565

  11. GUNJA FILMS. Memroduksi film bioskop. Alamat : Jl. Raya Gading Batavia No. LC 8/08 Jakut. Telp. 021-4585430. E-mail. gunja_film@yahoo.com

  12. INDIKA ENTERTAINMENT. Memroduksi film bioskop, sinetron seri. Alamat : Jl. Gatot Subroto Kav. 21, Graha SCTV, Jakarta 12930. Telp. 021-25509977

  13. INDOSIAR (IN HOUSE). Jl. Damai No. 11 Daan Mogot Jakbar 11510. Telp. 021-5672222, 5688888. Fax. 021-5655662, 5652221. Website. http://www.indosiar.com/

  14. INTER'S MEDIA. Jl. H. Syaip No. 2, Gandaria Selatan Jaksel. Telp. 021-99219767, 98284691, 92372044

  15. ISI PRODUCTION. Memroduksi film bioskop, sinetron seri. Alamat : Jl. Intan Ujung 78 Cilandak Barat Jaksel 12430. Telp. 021-7508282, 75904069

  16. KALYANA SHIRA FILMS. Jl. Bunga Mawar No. 9 Pangeran Antasari, Cipete Selatan Jakarta 12410. Telp. 021-7503223, 7503225, 75900343. Fax. 021-7694318. E-mail. kalyanashira@yahoo.com

  17. MARS VISION. Memroduksi sinetron seri dan film bioskop. Alamat : Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 67, Dwima Plaza Floor 4, Cempaka Putih, Jakpus. Telp. 021-4243512

  18. MILES FILMS. Jl. Pangeran Antasari 17 Jaksel 12410. Telp. 021-7500503, 75007379. Fax. 021-75817755. Website. http://www.milesfilms.com/

  19. MD ENTERTAINMENT. Memroduksi FTV, sinetron seri, film bioskop. Alamat : Jl. Tanah Abang III No. 23A Jakarta 10160. Telp. 021-3451777. E-mail. info@mdentertainment.net

  20. MNC. RCTI Complex, Jl. Raya Perjuangan, Kebon Jeruk, Jakarta 11530. Telp. 021-5331189

  21. MULTIVISION PLUS (SINETRON). Perkantoran Roxy Mas, Jl. KH. Hasyim Ashari Kav. 125 B Blok C2 No. 27-34, Jakarta 10150. Telp. 021-6335050, 6335103

  22. MVP PICTURES (FILM BIOSKOP). Jl. Ciniru I No. 15A Kebayoran Baru, Jaksel 12180. Telp. 021-6335050, 6335103

  23. NADAS PRODUCTION. Memroduksi FTV. Alamat : Jl. Warung Buncit Raya 101-9, Jaksel. Telp. 021-79192080

  24. OREIMA. Jl. H. Nawi Raya No. 17 Jaksel. Telp. 021-723 6555

  25. PARAMA ENTERTAINMENT. Memroduksi film bioskop. Alamat : Ruko Dwijaya Plaza, Jl. Radio Dalam No.1A Blok 3A, Jaksel 12140. Telp. 021-7253438. Fax. 021-7253439
  26. PAVITA SINEASTAKA. Palais de Europe, Jl. Lavayette No. 1, Lippo Karawaci Tangerang Banten. Telp. 021-55760493, 55772880

  27. POWER MULTI CINEMA. Memroduksi FTV, variety show. Alamat : Komp. Ruko Kramat Jaya No. 220, Semper, Tanjung Priok, Jakut 14260. Telp. 021-91263252, 68769908

  28. QUATRO INTI MEDIA. Memrodukis FTV dan program TV lainnya. Alamat : Gedung Permata Lt. 1-2, Jl. Ciputat Raya No. 30, Kebayoran Lama, Jaksel. Telp. 021-7294431
  29. RAPI FILM. Jl. Cikini No 7; Telp 021 3857175; Jakarta Pusat

  30. REC PRODUCTION. Memroduksi reality show. Alamat : Jl. Raya Pasar Minggu 45A Duren Tiga, Jaksel. Telp. 021-7982487, 7974735
  31. REINASANCE FILM. Jl. Kemang III No. 1, Jakarta Selatan. Telp. 021-7198654.

  32. REXINEMA. Memroduksi film bioskop. Jl. Pangeran Antasari No. 16, Cipete Selatan, Jakarta 12410. Telp. 021-75908024

  33. RCTI (IN HOUSE). Jl. Raya Perjuangan, Kebon Jeruk, Jakbar 11530. Telp. 021-5303540/50/70. Fax. 021-5493846, 5493838, 5493852. Website. http://www.rcti.tv/

  34. SALSA FILM. Memroduksi film bioskop. Alamat : Jl. Gedung Panjang I No. 19B Lt. 2 (Bandengan Utara) Jakbar. Telp. 021-6930059
  35. SENTRA FOKUS STUDIO. Jl. Sodong Raya No. 11 Cipinang Timur, Rawamangun, Jaktim. Telp. 021-4753236/37

  36. SHANDIKA WIDYA CINEMA. Memroduksi reality show. Alamat : Jl. Wijaya II No. 56, Kebayoran Baru, Jaksel. E-mail. shandika@cbn.net.id

  37. SILHOETTE PRODUCTION. Memroduksi FTV. Alamat : Pondok Benowo Indah No. 9 Surabaya. Telp. 031-60521102, 7402715

  38. SILHOETTE PRODUCTION (TANGERANG). Taman Pinang Indah Blok E No. 31, Cipondoh, Tangerang. Telp. 021-93849580

  39. SINEMART. Memroduksi sinetron seri, FTV, film bioskop. Alamat : Jl. Kebayoran Lama No. 17D Jakarta Selatan. Telp. 021-5309228

  40. SMARADHANA PRODUCTION. Memroduksi film bioskop, acara lenong. Alamat : Kantor Koperasi Lenong Bocah, Jl. Tebet Dalam 4 No. 3, Jaksel. Telp. 021-8313347, 93004299

  41. SORAYA INTERCINE FILM. Memroduksi film bioskop, sinetron seri. Alamat : Jl. Wahid Hasyim No. 3, Menteng, Jakpus. Telp. 021-39837555

  42. STAR CINEMA. Memroduksi sinetron seri. Alamat : Jl. Kebon Kacang XII No. 38A Jakpus 10240. Telp. 021-31909848, 31925019

  43. STARVISION. Memroduksi film bioskop. Jl. Cempaka Putih Raya 116 A-B, Jakpus. Telp. 021-4253390

  44. SUAKA KREASINEMA. Memroduksi reality show. Alamat : Graha LPIA, Mall Klender Blok B-III No. 16-18, Jaktim 13470. Telp. 021-8604608, 8613053

  45. TAKE ONE PRODUCTION. Memroduksi sinetron seri, FTV. Alamat : Jl. Radio Dalam Raya No. 8 Jaksel 12140. Telp. 021-91267636
  46. TRIWARSANA. Jl. Tanah Abang II No. 80A. Jakarta. Telp. 021-3500019

  47. TRANS TV (IN HOUSE). Memroduksi FTV, film bioskop. Gedung Trans TV Lt. 5, Jl. Kapt. Tendean No. 12-14A, Jaksel 12790. Telp. 021-79177000. Fax. 021-7992600. Website. http://www.transtv.co.id/

  48. TRIAVI PRODUCTION. Memroduksi sinetron seri. Alamat : Jl. Taman Lebak Bulus Raya Blok L No. 14 Jaksel. Telp. 021-7669730

  49. UNIVERSAL PRODUCTION. Memroduksi FTV. Alamat : Jl. Musi No. 3 A-B Jakpus. Telp. 021-3503846
  50. VIRGO PUTRA. Hargo Mangga Dua Blok P No. 21-22. Jakarta. Telp. 021-6120991-4, 6120973

Sekian dulu. Selamat menelepon, mengirim e-mail dan mencoba meraih sukses!



Read More..

Kamis, 19 Juni 2008

SINETRON & FILM PRODUKSI INDUSTRI

Oleh : Tappang
NASI SUDAH JADI BUBUR. Mungkin ungkapan ini cocoklah saya alamatkan untuk sinetron-sinetron yang sudah tak terbendung lagi kehadirannya. Menjadi tayangan primadona hampir disemua televisi swasta untuk maraup keuntungan dari slot iklan. Untuk hitungan bisnis sah-sah saja. Akan tetapi, apakah bisnis itu harus menjadi dewa meloloskan segala cara untuk sepang terjangnya? Apakah bisnis itu bernurani?

Sulit saya menjawabnya, karena memang tidak mengerti; bisnis itu sejatinya apa sih? Paling juga yang saya tahu, bisnis itu adalah perputaran uang untuk mendapatkan keuntungan. Tak peduli jurusan bisnis apa yang digarapnya. Dan, yang saya dengar-dengar, bisnis itu masih saudara kandung dengan industri. [bah, mengapa pula dulu saya meninggalkan bangku kuliah ekonomi sehingga terasa bodoh tentang bisnis dan industri?]. Biarlah!

Salah seorang petinggi salah satu stasiun televisi, dan dianggap pakar karena kiprahnya sudah sejak zaman monopoli TVRI, pernah berujar: “Televisi (broadcast) harus ditempatkan dalam dua posisi. Sebagai industri budaya dan sebagai institusi bisnis. Dalam melangkah di dua posisi itu, akan selalu terjadi pertarungan antara dua kepentingan, yaitu antara idealisme dengan realita bisnis.” – Heheheehe… dan yang sudah pasti jadi pemenang adalah “bisnis”, kereta kencana para kapitalis.

Yang mengganjal pikiranku; sinetron/film sejak awal sudah diplot mati ke kategori bisnis industri. Tak ada yang perlu diperdebatkan. Titik! Memang betul, tanpa hitung-hitungan uang kesinambungan produksi akan tersendat. Saya juga mengamini hal ini. Masalahnya, kenapa produk hiburan ini tidak diikuti dengan para pembuat [kreator] yang mumpuni dibidangnya? Kenapa tidak memberi – sedikit saja – pencerahan jiwa bagi kemajuan berpikir anak-anak bangsa ini?
Kita tidak usah heran bin bingung. Kiprah pertelevisian di negeri “simsalabim” ini belum dapat disebut “tersegmentasi”. Masih terlihat gamang satu dengan lainnya. Rating terlalu menjadi ideologi televisi. Mungkin, karena tuntutan rating ini pulalah para pengelola programing televisi jadi enggan bersusah pikir untuk membuat program yang bersifat idealistis. Sehingga dengan membeo booming acara salah satu stasiun televisi lain dianggap sah-sah saja. Tiru meniru tidak lagi dianggap “dosa”, dan duplikasi program dijadikan “kebanggaan” para kreatif programing. Iiiihhh… menyebalkan!


Awal menceburkan diri ke dunia “industri” broadcast, saya masih rada gamang, sedikit traumatis, bagaimana diera jayanya film negeri ini begitu sulit menjadi pekerja film. Ada kriteria dan tahapan tertentu. Menjadi seorang sutradara, penulis skenario, penata lampu, penata kamera, dan lain sebagainya – tidaklah begitu mudah untuk diraih seseorang. Harus ada rekomendasi dari KFT – Karyawan Film & Televisi – sebagai wadah insan pekerja film. Sebagai contoh; Untuk menjadi sutradara, seseorang harus terlebih dulu menjadi asisten sutradara minimal 5 judul film.

Beda dengan sekarang yang serba instan. Tidak memerlukan rekomendasi-rekomendasian. Makanya, KFT mati suri. Seseorang yang tadinya penata lampu, atau seseorang bagian artistik, tiba-tiba saja sudah menjadi sutradara. Seorang yang tadinya cuma sebagai script lapangan atau seorang clepper boy, tiba-tiba saja sudah menjadi penulis skenario. Padahal, belajar menulis skenario saja belum pernah. Yang simsalabimnya lagi, ada pula rekan sutradara sekarang yang bangga dan merasa sukses bisa menyelesaikan syuting filmnya dalam tempo 7 hari. Film apa sinetron, tuh? Yah, sinetron yang diputar di bioskop kale, yee!

Amin-amin saja sih dari yang enggak basic menjadi seseorang yang beda asal memang memiliki kecakapan dan kedalaman. Yang sering terjadi diproduksi sinetron/film kita, seseorang yang cuma baru mengetahui kulit ilmu penyutradaraan atau penulisan skenario, sudah berani mengaku diri, bisa! Mungkin mereka berpikir bahwa membuat sinetron/film itu sama seperti seorang koki [tukang masak]. Betul! Siapa saja memang bisa memasak. Tapi, masak apa dulu? Air teh atau mie instan? Anak kecil juga bisa! Tak heranlah sinetron/film kita banyak yang garing [yang penting keryuk-keryuk, soal rasa nanti saja]. Cerita dan visualisasinya tidak memiliki kedalaman [cita rasa]. Sorry-sorry aja kalau saya selalu menyebut frame shot by shot sinetron kita sebagai; telor ceplok. Ceplok sana ceplok sini – frame gambar tak bermakna. Hasil caplokan kamera yang statis. Kayak bidikan tukang gambar keliling dengan kamera polaroid. Sialnya, bila kita coba kritisi, para kreator karbitan itu dengan entengnya menjawab; “Itukan permintaan produser.” – Jadi dilematis dan sangat tidak mau pintar. Bahkan ada yang dengan sok idealisnya menyalahkan shooting day’s yang cuma 3-4 hari per satu episode. Ya, berabe dong kalo cuma saling melempar kesalahan, tapi tidak berusaha lebih maksimal. Kalau seseorang sudah memiliki kedalaman – cita rasa – tentang pekerjaannya, orang tersebut pasti berusaha mengantisipasi pola kerja yang harus diterapkan sehingga melahirkan hasil yang maksimal. Bukan lantas dalih berdalih!

Sebelum menjadi orang kantoran, saya paling gak mau menonton telenovela, serial Korea, Taiwan, dan Jepang. Aku pikir, apa bedanya dengan sinetron dalam negeri. Toh, acuan bisnisnya terinspirasi dari keberhasilan negara-negera tersebut menjual karyanya. Namun karena tuntutan kerja, mau tidak mau saya jadi banyak menonton serial Korea dan Taiwan. Apa yang saya dapat dari sana?

Aku tersentak, seperti baru dibangunkan. Ternyata serial Korea dan Taiwan sangat menarik. Baik dari unsur kekuatan cerita, maupun pembuatannya yang lebih mendekati ke film sesungguhnya. Frame shot by shot mereka tidak telor ceplok. Begitu hidup, menarik, bertutur, dan sangat indah. Walau penuturan alur ceritanya terasa lamban, namun tidak membuat kita jenuh. Ada sesuatu yang kita tunggu sehingga betah untuk melanjutkan ke episode selanjutnya.

Saya pikir, Korea dan Taiwan sudah berhasil menerapkan pola pembuatan serial gaya Amerika. Hasil “terkaman” kamera mereka terasa luas, namun punya kandungan kekuatan cerita. Tidak asal full shot. Sebaliknya, sinetron negeri kita malah berusaha untuk lebih minimalis. Istilah kerennya di lapangan; gambar padat-padat – close up to close up. Suasana sangat tidak terbangun. Bahkan kadang, establish rumah tinggal tokoh utamanya penonton tidak mengenali.

Sudah amburadul konsep filmisnya, konon sinetron/film kita diperparah lagi dengan usungan cerita yang sangat dangkal – hasil curian [jiplakan] lagi dari serial sinetron negara-negara yang saya sebut di atas – lantas ditambah pencurian cerita-cerita film dari negerinya si Shahrul Khan. Hasil dari pencurian [jiplakan] inilah yang berperan besar melahirkan penulis-penulis skenario karbitan, yang sering dielu-elukan produser sebagai penulis rating. Kasihan memang! Satu-dua orang memang ada juga yang berhasil jadi penulis benaran. Namun, tetap saja pola awalnya tidak bisa dilepas. Suka bikin dialog tokoh ceritanya ngomong sendiri kayak orang gila. Hebatnya lagi, terlalu seringlah scene plot didatangkan dari luar. Istilahnya, penulis kita cuma mengikuti scene plot dari penulis luar, lalu dibuatkan dialog bahasa Indonesia.

Terus terang, saya itu masih punya pengharapan bahwa sineas negeri ini masih bernurani untuk lebih pintar dalam berkarya. Kenapa Korea, Taiwan, dan Jepang berhasil memadukan idealisme dengan bisnis dalam produksi sinetron/film mereka? Seharusnya ini bisa menjadi pemacu kreativitas para kreator sinetron/film dan produser negeri ini untuk lebih memberi warna pada pembentukan pola pikir anak-anak bangsa akan sesuatu hal dalam kehidupan ini. Tidak cuma mikirin untung berlimpah, tapi miskin dalam memberi pembelajaran. Janganlah selalu bangga melempar jargon; Sinetron dan Film itu adalah produk industri. Tidak perlu sok berbijak deh. Kalau sedikit idealisme bisa jadi industri, kenapa tidak? Hmmm… ***
(Diambil dari diaryblogdotcom-nya Pak Tappang. Silakan klik http://tappang.wordpress.com/2008/03/06/sinetron-film-produk-industri

Read More..

Minggu, 15 Juni 2008

BIOSKOP ALTERNATIF 1

Teman, masih suka kecewa kalau menonton film bioskop? Misalnya, sudah bayar mahal-mahal, film yang kita tonton tak ubahnya membeli kucing dalam karung. Resensi, trailer dan posternya sih bagus. Tapi setelah kita tonton, kok malah jauh dari harapan (harapan bahwa filmnya bagus, maksudnya) ya? Akhirnya, kita jadi kecewa dan sering merasa tertipu. Ternyata, nama besar aktor atau pembuat film-nya tak menjamin bahwa film yang kita pilih untuk ditonton akan sesuai dengan harapan kita. Kalau sudah begini, kita jadi merasa terjebak, bahkan jera menonton film yang dibintangi atau dibuat oleh si pemilik nama besar itu. Saya mengalaminya sendiri!

Jadi, bagaimana?


Kalau boleh, sekiranya ada yang mau mewujudkan usul saya yang lumayan "sarap" ini, bagaimana kalau dibuat bioskop dengan konsep "alternatif"? Maksudnya bukan bioskop mewah dengan harga tiket selangit, melainkan bioskop yang sangat peduli pada kocek penontonnya hehehe.


Eit, saya tidak bicara mengenai bioskop murah meriah. Tapi bioskop yang memungut biaya berdasarkan berapa lama seorang penonton bioskop berada dalam sebuah teater!

Misalnya, seseorang menonton sebuah film yang katakanlah berdurasi 100 menit. Sebelum menit ke-15, ia sudah merasa bahwa film tersebut tidak menarik lalu memutuskan untuk keluar dan tidak menonton film itu lagi. Untuk itu, ia berhak mendapatkan pengembalian uang 50 persen dari harga tiket. Kalau keluar dari teater sebelum menit ke-30, uang kembali 25 persen. Tapi lewat dari 30 menit, tidak ada pengembalian. Misalnya nih...

Usul yang aneh dan bodoh?

Terserah mau berkomentar apa. Ini usul saya agar penonton tidak terlalu kecewa dan masih punya sedikit uang lebih untuk pindah ke teater sebelah...
Catatan : Film yang gambar-gambarnya dipajang di atas tidak termasuk dalam kategori film yang layak diputar di "bioskop alternatif". Yang ini sih, sumpah, keren banget! Saya malah pengen nonton lagi!

Read More..

JANGAN SINIS TERHADAP FILM INDONESIA : FILM BULE JUGA BANYAK O'ON-NYA

Sepupu saya seperti sebagian orang Indonesia, sinis dengan hal-hal yang berhubungan dengan Indonesia. Entah itu politik (kalau yang ini sih, saya juga agak sinis), perekonomian, hingga produk-produk tanah air termasuk film dan sinetron (kalau lagu-lagu Indonesia, Alhamdulillah, dia suka). Katanya, film buatan kita eh pembuat film Indonesia (baik saya dan sepupu saya itu bukan "insan perfilman") itu jelek, banyak bohongnya dan lain-lain. Akibatnya, dia ogah menonton film buatan Indonesia yang booming sekalipun mulai dari era AADC? hingga AAC. Apalagi sinetron, jangan harap!

Sepupu saya yang memang mulutnya mirip bebek (orangnya bawel, padahal cowok) itu tidak sepenuhnya salah. Buktinya, beberapa kali saya yang penggemar film "ngga pake mikir" alias ringan ini juga kecewa berat setelah menonton film dan sinetron buatan Indonesia. Seperti film Apa Artinya Cinta? yang saya tonton beberapa tahun lalu. Duh... rugi deh sudah membuang uang 15 ribu rupiah hanya untuk menonton mobil Onky Alexander sekeluarga ditabrak dari belakang dan wig aneh-nya Sammy serta adegan Dimas Beck di-dor ayahnya sendiri. Kenapa sih, membuang uang untuk adegan "action" yang tidak berhubungan langsung dengan inti cerita filmnya sendiri?

Eh, kok malah "belok" membahas keburukan karya "anak negeri"? Sebelum menjadi lebih ngawur, sesuai judul tulisan ini, saya ingin menegaskan bahwa bukan hanya "anak negeri" yang bisa menghasilkan film-film yang "ajaib". Ternyata, film buatan Hollywood pun banyak o'on-nya. Hanya, ke-o'on-an itu tertutupi dengan elemen lain seperti skenario dan eksekusi yang jelas lebih matang daripada daripada produksi film (apalagi sinetron) Indonesia.

ADA ANAKONDA DI KALIMANTAN

Ada saja film Hollywood yang menjungkirbalikkan hukum atau kelaziman yang ada di alam semesta. Misalnya, ada anakonda di Kalimantan dalam film Anacondas (atau Anaconda 2? Saya lupa judulnya. Yang jelas, di film ini sempat diputar lagunya Iwa K). Ular anakonda 'kan hanya ada di Amerika, kok malah ada di Indonesia? Dalam jumlah banyak, pula. Aya-aya wae!

LUAR ANGKASA TIDAK HAMPA UDARA

Yang ini serupa tapi tak sama dengan contoh di atas. Menurut film Hollywood, di luar angkasa terdapat udara. Jadi, kalau ada seorang Superman tengah melesat di sana, jubahnya bisa berkibar seperti bendera Merah Putih di kantor kelurahan. Eh, film fiksi ilmiah Hollywood zaman dulu (lupa judulnya, tapi sumpah, ada kok film bule yang aneh bin ajaib seperti ini) juga tidak kalah o'on-nya. Kalau benar luar angkasa itu hampa udara, mengapa bisa ada ledakan pesawat disertai bunyi menggelegar? Jangan-jangan pembuat filmnya tidak pernah mengadakan eksperimen sederhana ini : meletakkan lilin yang menyala di dalam toples, lalu toplesnya ditutup. Sepertinya, bagi para jagoan film itu, lilinnya akan tetap menyala...


NAIK TANGGA, JANGAN LARI KE TETANGGA

Kalau ada bahaya mengancam, jangan lari ke tetangga untuk mencari bantuan, tapi naiklah tangga supaya... celaka. Sebab, begitu kita sudah berada di lantai atas, kita akan terjebak dan dengan mudah akan menjadi sasaran empuk biang ancaman. Adegan seperti ini umumnya ada dalam film-film horor Hollywood maupun film action murah meriah yang sering diputar di TV. Lebih celaka lagi, adegan aneh ini juga diadaptasi dalam film-film Indonesia yang bisa dikatakan bagus seperti "Kala" (adegan Sujiwo Tedjo dikejar Fahrani dan makhluk-aneh-yang-entah-apa-namanya-itu, akibatnya, Sujiwo tewas dipenggal Fahrani) dan "Jakarta Undercover" (Luna Maya dan adiknya naik ke gedung tinggi waktu dikejar Lukman Sardi cs, hanya untuk turun lagi setelah membuat sekelompok pekerja bangunan dihajar geng Lukman). Tapi ya itu tadi, keanehan-keanehan tersebut, syukurlah, tertutupi oleh elemen lain yang membuat film-film tersebut di atas ("Kala" dengan sinematografinya dan "Jakarta Undercover" dengan akting para pemainnya) menjadi asyik ditonton.

TEPUK BAHUNYA...

Salah seorang tokoh, biasanya tokoh utama, yang tengah diteror, menjerit saat bahunya ditepuk oleh seseorang yang ternyata... temannya sendiri. Adegan ini juga biasa muncul dalam film-film thriller misteri. Bagaimana sih? Meskipun hanya dari belakang, kalau kita melihat teman, apalagi yang sedang bertingkah aneh seperti berjalan mundur gemetaran, bukankah biasanya kita akan memanggil namanya? Menghampirinya lalu menepuk bahunya sepertinya bukan hal yang lazim dilakukan. Film horor memang ada-ada saja, ah.

LARI KE KAMAR, JANGAN LARI KE LUAR

Mirip dengan o'on nomor 3, mengapa kalau ada setan mengejar, sang tokoh akan masuk ke salah satu kamar dan bukannya berusaha keluar dari gedung berhantu? Berikutnya bisa ditebak, saat dia berbalik, setannya sudah berada di hadapannya. Sialnya, ini juga ditiru dalam film-film horor Indonesia! Kalau sudah panik, bukankah kita akan berusaha menjauh sejauh-jauhnya dari sumber ketakutan kita, bukan menjauh hanya beberapa meter dengan kemungkinan bisa terkejar? Uuugh!

Sudah, ah. Sampai di sini dulu. Saya takut menambah "dosa" karena sudah menyebut karya orang bule o'on. Padahal, keanehan itu hanya seujung kuku dibandingkan dengan kekuatan film-film yang saya ingat tersebut. Tapi, film-film yang saya ingat tersebut tidak termasuk film "horor" seperti "Scarecrow" (sepertinya ini film horor klasik tahun 80an) yang pernah saya tonton di salah satu stasiun TV swasta. Film "ancur" ini membuat film-film horor besutan Koya Pagayo tampak seperti The Sixth Sense, hehehe. Bukti bahwa ada saja film-film Indonesia yang masih lebih baik daripada film Hollywood murahan.

Bagaimana pun, sudah saatnya para pembuat film Indonesia membuat film-film yang bagus dan tidak asal meniru adegan-adegan yang tidak masuk akal seperti yang dipaparkan di o'on no. 3, 4 dan 5 di atas. Sebab, sepertinya adegan orang lari dikejar setan lebih baik dimodifikasi menjadi adegan komedi sebagai berikut: seseorang lari dikejar anjing lalu memanjat pohon tinggi untuk menyelamatkan diri. Itu lebih masuk akal... Lalu berharap, modifikasi adegan aneh bin ajaib lain bisa membuat makhluk sinis seperti sepupu saya menjadi ternganga karena menyadari bahwa sebagian bangsa sendiri tidak se-o'on sebagian bangsa lain yang katanya adi daya dalam berbagai hal. Sekian...


Read More..