Sabtu, 30 Agustus 2008

WHY KISSING ALWAYS BE THE ANSWER?

Sesuai judulnya, tulisan ini bicara tentang adegan kiss-kissan yang tampaknya menjadi adegan 'wajib' dalam berbagai film, tak terkecuali film Indonesia. Tidak peduli film itu film romantis--roman manis hati iblis :)--mau pun film horor, biasanya ada adegan 'begituan', minimal adegan ciuman baik yang hot mau pun yang 'numpang lewat'. Baik yang artistik mau pun yang vulgar. Baik yang membuat badan 'panas dingin' karena sangat ehm mau pun yang membuat 'tertawa sampai menangis' karena sangat kaku hingga terlihat konyol. Mungkin, satu-satunya adegan ranjang yang membuat saya tersenyum maklum adalah adegan ranjang Jack Nicholson-Diane Keaton dalam Something's Gotta Give (2003). Yang lainnya... reaksi saya tentu berbeda-beda. Tapi umumnya reaksi saya adalah : perlukah adegan ini? Relevan-kah dengan tema film-nya sendiri?

Jangan salah sangka dulu. Saya bukan makhluk 'antik' yang sok suci. Malah, adegan Rangga mencium Cinta (pelajaran penting : cowok cool tetaplah cowok, main nyosor begitu ada kesempatan) dalam Ada Apa dengan Cinta? (2002) adalah adegan favorit saya selain adegan Rangga mengejar kawanan yang melempari rumahnya dalam film remaja laris itu. Tampaknya, ciuman itu memang 'harus' diberikan Rangga, sebuah ciuman yang terpaksa saya maklumi karena dia--Rangga--akan pergi jauh namun juga enggan melepaskan Cinta.


Meskipun beralasan, diam-diam saya 'terusik' juga. Mengapa berciuman selalu menjadi jawaban atas pertanyaan : "maukah kamu menjadi pacarku?" Bukankah kalau 'ditembak', kita bisa saja menjawabnya dengan pendek, "ya" atau kalau suara sedang 'hilang', apa susahnya mengangguk saja? Kenapa harus melibatkan nafsu segala?

Sebenarnya, saya sih senang-senang saja menonton film yang ada adegan kiss-kissan-nya. Hanya, yang menjadi pertanyaan saya : apa tidak ada cara lain untuk menunjukkan bahwa Si A dan Si B sedang dimabuk cinta?

Iya, saya terusik karena curiga : jangan-jangan para pembuat film sudah kehabisan ide untuk menggambarkan bagaimana dua insan sedang dimabuk cinta (cieee... 70an bang-get...) hingga dipilihlah jalan pintas : ciuman di daerah sensitif, terutama bibir. Malah, kadang lebih parah lagi, pakai adegan ranjang segala, padahal film Indonesia!

Mengapa ciuman selalu menjadi jawabannya? Mengapa hubungan seks (pra nikah) menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakukan secara bebas? Padahal kita--jauh-jauh hari--sudah di-doktrin bahwa melakukan hubungan seks pra nikah adalah berbahaya karena dapat menyebabkan kehamilan tak diinginkan, penularan penyakit seksual dan seterusnya. Ciuman di bibir--apalagi yang french kiss--tidak dianjurkan karena selain menjadi pembuka 'jalan' menuju 'adegan ranjang', juga dapat menularkan penyakit melalui air liur.

Jadi, dengan segala fakta menakutkan itu, mengapa film (terutama film Indonesia!) masih saja mengumbar adegan seks yang kadang hanya menjadi tempelan untuk memikat penonton semata?

Seiring dengan berjalannya waktu, basa-basi model begini semakin kasar dalam penyampaiannya. Film-film yang mengaku mengusung tema komedi dan sex education untuk remaja justru menjadi bumerang bagi keselamatan remaja itu sendiri. Agar tidak dituding film mesum, ditambahkanlah embel-embel sex education, padahal ujung-ujungnya sama : menjadikan seks sebagai komoditas dagang. Mirip-miriplah dengan apa yang ditampilkan dalam film-film horor yang menyisipkan adegan 'panas'.

Kenapa harus begitu? Film horor ya horor aja, tidak usah dihubung-hubungkan dengan seks. Demikian juga dengan film remaja yang sok dengan sex education-nya. Kalau mau bikin film ala Warkop DKI, kenapa harus gengsi dan mengaku-ngaku untuk mendidik remaja (dan kadang-kadang, kaum dewasa) segala?

Sialnya, dengan alasan mengusung tema 'mendidik', visualisasi yang terhitung vulgar dan klise pun dihalalkan. Jarang ada adegan ranjang dan ciuman dalam film Indonesia yang enak dipandang. Sebagian bikin eneg, malah ada yang bikin saya ngakak karena kasar seperti harimau bertarung. Nonton kucing kawin masih lebih enak 'kali.

Sudah visualisasinya jelek, masalah yang lebih besar adalah apa yang sudah saya pertanyakan tadi : perlukah adegan ciuman dan ranjang tersebut dalam membangun cerita? Kalau kita sudah tahu bahwa si A dan si B pacaran, mengapa harus membuang-buang frame dengan adegan ciuman lagi? Lalu, apakah pernyataan cinta harus selalu dengan cara mencium pasangan di bibir?

Kalau boleh usul, sebaiknya adegan-adegan mesra yang tak perlu tersebut diganti dengan adegan-adegan yang tujuannya untuk memberikan informasi pada penonton mengenai karakter tokoh bersangkutan. Sebab, dalam film (maaf, sekali lagi, terutama dalam film Indonesia!), kita sering tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai karakter seorang tokoh. Misalnya, kita tidak tahu apa pekerjaan tokoh salah satu tokoh, tapi diceritakan bahwa sang tokoh mampu membeli sebuah rumah mewah. Atau kita tidak mengerti, mengapa seorang tokoh mau mati-matian membela cintanya padahal banyak wanita atau pria lain yang mencintainya...

Atau, kalau pun informasi mengenai sisi-sisi kehidupan seorang tokoh dirasakan telah cukup, bagaimana kalau adegan ciuman atau adegan ranjang itu diganti dengan adegan yang lebih 'manis'? Kalau dalam film-film zaman dulu, adegan cinta-cintaan digambarkan dengan adegan cowok menyelipkan bunga di telinga ceweknya. Uuugh...norak...

Atau bagaimana kalau dibuat adegan yang agak norak tapi lebih sopan : si cowok mencium buku atau ikat rambut ceweknya yang tertinggal. Dengan catatan, cewek itu memang pacarnya, jadi si cowok tak tampak seperti cowok pemalu yang sakit jiwa.

Masih terlalu norak?

Baik... baik... Bagaimana kalau adegan manis tapi heroik yang terinspirasi dari gaya pacaran teman saya berikut ini : teman saya (cewek) asma-nya kumat, sementara obatnya habis. Pacarnya (cowok), tengah malam dan tanpa motor mau pun angkot, berlari lebih dari tiga km pulang-pergi untuk membeli obat di apotek 24 jam dengan uangnya sendiri agar pacarnya tidak menderita lagi. Kalau ada yang menyebut itu bukan cinta, berarti orang itu tidak punya hati!

Terserah kalau mau ngomong, usulan di atas masih agak norak dan berlebihan. Tapi ini kisah nyata dan saya lihat sendiri (soalnya waktu itu saya berusaha mencari pinjaman motor tapi ga dapet) bagaimana cintanya pacar teman saya itu. Tidak ada nafsu birahi, hanya cinta demi menolong orang yang kita cintai dan sayangi. Inilah yang acap kali dilupakan oleh para pembuat film yang terlalu 'bernafsu' membuat adegan 'romantis' tapi isinya cuma nafsu dan nafsu...

Read More..

MOST UNFORGETABLE MOVIES EVER (1)

Saya bukan 'orang film' dan tidak mengerti, film 'bagus' itu yang seperti apa. Bahkan, film pemenang Oscar dan sukses secara komersial seperti trilogi Lord of the Ring pun, bagi saya bukan film yang terlalu istimewa untuk dipuja-puji.
Pun Crouching Tiger Hidden Dragon (CTHD), menurut saya juga biasa saja. Soalnya saya penggemar To Liong To dalam versi apa pun, baik film bioskop, serial TV dan komiknya. Jadi, meskipun kabarnya CTHD mendapatkan empat Oscar, saya masih lebih menyukai serunya intrik di antara partai-partai besar seperti Kay Pang dan Shaolin daripada kisah Li Mu Bai dan orang-orang di sekelilingnya.
Sebenarnya, bagi saya, tidak ada istilah 'film bagus'. Yang ada hanya 'film tak terlupakan'. Yakni, film yang tidak membuat saya bosan dan rela menontonnya berkali-kali, tidak peduli film tersebut adalah pemenang penghargaan atau bukan. Cult movie pun belum tentu masuk dalam 'kategori' ini bagi saya, karena ini masalah 'hati' (cieee), bukan soal pengaruh film tersebut ke orang banyak atau tidak.
Ada beberapa film yang tak terlupakan bagi saya. Untuk film Indonesia, sedikitnya ada 3 judul film bioskop yang tidak membuat saya bosan berapa kalipun saya menontonnya. Alasannya bisa bermacam-macam, bisa karena cerita dan soundtrack-nya yang oke. Pokoknya, tak ada rumusan baku. 'Kan ini masalah hati...(sok romantis, roman manis hati iblis!) Ya ngga?


ADA APA DENGAN CINTA? (2002)
Berani taruhan, pasti banyak yang setuju dengan pilihan saya ini. Kalau tidak setuju, emang gue pikirin? Hehehe...

Film ini berkesan bukan karena ceritanya (kalau aspek yang ini sih, agak basi...), melainkan karena skenario, karakter Rangga yang inspiratif (bagi saya, tentunya) dan tata musik yang selaras dengan tema filmnya.
Saya mengenal film ini dengan jalan yang cukup unik : membaca skenario-nya terlebih dahulu, baru kemudian tertarik menontonnya. Soalnya, tadinya saya memandang sinis film remaja puitis ini karena tema ceritanya yang cintaaaa melulu (sesuai judulnya) yang membuat jenuh. Namun setelah membaca skenario yang ditulis oleh Jujur Prananto dibantu tim produksi yang oke, saya jadi penasaran. Akhirnya, ya begitulah, sampai saat ini saya tak bisa mengingat, sudah berapa kali film ini saya tonton.
Beberapa teman dan keluarga menertawai kegemaran saya terhadap film ini, tapi emang gue pikirin? Soalnya saya memang terinspirasi oleh Rangga yang pandai menulis puisi. Kalau tak pernah 'bertemu' dengan karakter yang mirip karakter 'pacar favorit' manga ini, apa jadinya saya? Barangkali hingga kini saya masih belum menemukan 'lentera jiwa' saya : hidup sebagai penulis...
Soal tata musiknya, ah you know-lah why... Masa' harus dijelaskan lagi?
JANJI JONI (2005)
Kalau banyak yang tidak setuju, saya tidak heran. Habis, film ini ceritanya memang aneh bin ajaib, masa' dalam waktu kurang dari 90 menit, Si Jontor eh Joni, bisa mengalami berbagai hal?
Anehnya, meski film ini ceritanya aneh (tapi juga unik, jarang-jarang mengangkat tema kehidupan seorang pengantar rol film) dan banyak dialog yang 'Hollywood banget' dan agak menggurui (tebak, di adegan mana saja?), saya kok tetap menyukainya? Bahkan, menontonnya di bioskop sampai 6 kali!
Hehehe... Joko Anwar saja sampai bengong waktu mendengar pengakuan saya. Kalau dipikir-pikir, kelihatannya memang seperti orang kurang kerjaan, tapi kata orang Makassar, "mo mi di apa? Hobi...?"
Habis, saya benar-benar kepincut dengan tata musik dan soundtrack-nya yang fuh, keren pisan... Jarang-jarang saya memaksakan diri khusus memiliki album soundtrack sebuah film, tapi untuk film yang satu ini, tak wajib punya!
Why?

Cause I've got Johnny in my head!!!
NAGABONAR (1987)
Sekuelnya memang kurang 'nancep di hati', tapi tidak demikian dengan prekuelnya. Saya memang agak terlambat mengenal film ini, baru pada dekade 90-an. Tapi tidak masalah, toh film bagus seperti ini tidak ada tanggal kadaluarsa-nya seperti isi parsel Lebaran.
Kalau film yang satu ini, alasan saya betah menontonnya berkali-kali hanya karena kekuatan cerita dan skenario-nya. Perkara bahwa akting para pemain-nya bagus-bagus, itu bukan perhatian saya karena saya memang kurang paham, akting yang bagus itu seperti apa. Bagi saya, perjalanan menuju 'pencerahan' seorang mantan copet dan jenderal gadungan menjadi seorang pejuang kemerdekaan sejati adalah kisah tak terlupakan yang hebatnya, disajikan dengan penuh humor. Ini menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin membuat film 'bagus' tanpa harus berumit-rumit dengan dialog-dialog aneh yang membuat kening penonton--terutama yang 'malas mikir' seperti saya--berkerut-kerut karena bingung. Pak Asrul Sani almarhum memang hebat!
Bagaimana, coy? Itulah tiga film bioskop Indonesia tak terlupakan yang bisa saya sebut sebagai film-film bagus versi seorang Pasha Fathanah. Semuanya film 'ringan', tapi semuanya pernah mendapat penghargaan dalam berbagai festival film, lho. Jadi, 'ringan' bukan berarti 'dangkal', bukan? Setuju?

Read More..

Senin, 25 Agustus 2008

HOW FILM CHARACTERS SAVE MY LIFE (1)

Saya harus akui, saya nyaris tak punya idola. Maklumlah, saya bukan anak Jepang yang sejak kecil diarahkan untuk punya idola--idola yang 'nyata'--dalam kehidupannya. Walaupun kebanyakan orang menyebut ibu, ayah, kakak atau sahabat mereka sendiri--bahkan artis atau olahragawan sekalipun!--sebagai idola, sejak kecil saya sudah gamang dalam menentukan 'sang idola' yang (mudah-mudahan) bisa memengaruhi saya dan kehidupan saya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pikir saya, punya idola percuma. Karena bila kita telanjur mengidolai seseorang, besok-besok, biasanya terjadi 'sesuatu' yang melunturkan 'ke-idola-an' idola itu sendiri. Bisa jadi, sang idola melakukan hal yang tercela di mata saya atau justru, tumbuh menjadi sangat 'besar' hingga menimbulkan 'kecemburuan' aneh dalam diri saya : mengapa ia menjadi sangat jauh di sana hingga saya tak bisa mencapainya lagi?

Jadi, cukuplah dikatakan bahwa saya memiliki 'orang-orang favorit' dalam berbagai bidang yang tak beralasan jika sampai saya cemburui. Misalnya, saya memilih Chow Yun Fat, Johhny Depp, Shah Rukh Khan (oh yes, I love this man!) Christopher Lambert dan mendiang Heath Ledger sebagai aktor-aktor luar negeri favorit. Untuk aktor dalam negeri, saya menyukai akting Nicholas Saputra dan Deddy Mizwar. 'Umum' sekali, tapi itulah yang sebenarnya. Sedangkan untuk aktris, saya suka Ria Irawan dan Nani Wijaya (kalau jadi nenek 'preman', beliau bermain bagus sekali).

Tapi... bukan mereka yang memengaruhi saya dan kehidupan saya. Saya justru lebih terpengaruh oleh sepak terjang sosok-sosok yang tak pernah ada. Sosok-sosok fiktif, yang hanya kita temui di layar film!

Ya, kalau Metro TV menayangkan acara berjudul (kira-kira saja, soalnya saya jarang menontonnya) How Science Fiction Saves My Life yang membahas bagaimana film-film fiksi ilmiah seperti trilogi Terminator dan Matrix memengaruhi kehidupan luar film, maka saya juga punya 'acara' sendiri : How Film Characters Save My Life.

Ya, 'menyelamatkan' hidup saya. Seperti dalam Janji Joni, yang menampilkan sekilas bagaimana seorang anak badung terinspirasi oleh film Bad Boys dan menjadi polisi, maka saya pun 'terselamatkan' oleh karakter-karakter rekaan ini. Apa yang mereka lakukan dan alami--dalam film, tentunya--telah mengilhami saya untuk 'berbuat' sesuatu. Mungkin merekalah 'idola' saya sesungguhnya, idola yang tak akan membuat saya merasa 'jauh' dengan mereka justru karena ada batas jelas di antara kami : batas antara alam fiksi dan alam non-fiksi eh nyata.


IKKI PHOENIX (Saint Seiya, 1986)
Kalau mau tertawa, silakan, sekaranglah saatnya. Masa bodoh, yang pasti saya tetap memasukkan nama yang satu ini ke dalam daftar. Apa boleh buat, karakter manga dan anime karya Masami Kurumada ini telanjur membuat saya terkagum-kagum. Karakternya yang 'ke-rangga-rangga-an' (atau Rangga yang 'ke-ikki-ikki-an'?) dalam arti keras, agak sombong dan penyendiri menginspirasi saya dalam mendesain karakter yang mirip dengannya. Malah, kadang saya merasa seperti seorang plagiator karena meng-copy hampir 60% desain karakternya!
Tapi, tentu saja tidak akan sampai meniru dalam arti sebenarnya. Toh dalam manga dan anime, lazim dijumpai karakter yang serupa tapi tak sama dengan Ikki seperti Shinichi Kudo dan karakter 'pacar favorit' dalam sejumlah manga romantis untuk pembaca cewek. Kalaupun karakter Ikki juga mirip dengan karakter dalam karya-karya sebelum Saint Seiya, kita anggap saja sebagai bagian dari lingkaran inspirasi yang akan menambah kaya nilai sebuah karya. Bagi saya, karakter dengan model klotokan seperti Ikki memberi warna tersendiri dan menjadi salah satu model favorit untuk karakter-karakter sidekick. Jadi, kalau mau menciptakan jagoan dengan segala sifat yang sebenarnya 'kurang pantas' disandang oleh seorang jagoan, pakailah 'rumus' a la Ikki.
Huah... heran juga, kok Kurumada bisa-bisanya lebih memilih BT X daripada meneruskan Saint Seiya, ya?

USAGI TSUKINO (Sailor Moon, 1992)
Jangan patah semangat hanya karena kamu tak pandai di sekolah dan hampir tak bisa melakukan apa pun dengan benar. Sebab, bisa jadi, ada kekuatan tersembunyi dalam dirimu yang akan membuatmu menjadi seorang Pretty Soldier! Duuuh, senangnya menjadi Usagi!
Walaupun saya kurang menyukai beberapa hal dari anime yang satu ini karena 'cewek banget', saya menjadikan anime ini sebagai pelipur lara setiap kali saya merasa lemah dan tak berdaya karena kerap kali menemui kegagalan demi kegagalan. Ada banyak pelajaran yang menarik yang saya tarik dari serial fenomenal ini. Selain pesan agar jangan merasa sangat bodoh karena bisa jadi kamu sebenarnya adalah seorang pahlawan bagi banyak orang, ada satu hal lagi yang tak kalah menarik : cewek pun bisa menjadi ksatria penolong kekasihnya, seperti dalam salah satu episode (lupa episode yang mana) di mana Usagi--yang kekuatannya telah hilang--berjuang menembus barikade tumbuhan raksasa berduri demi menyelamatkan Mamoru yang tubuh dan jiwanya ditawan oleh musuh besar Sailor Moon. Oh, romantisnya...

RANGGA (Ada Apa dengan Cinta?, 2002)
Nah... ini dia sosok fiktif yang menginspirasi saya untuk mulai menulis lagi. Cowok jutek tapi kesepian ini (ceritanya) bisa bikin puisi yang membuat hati cewek populer maca Cinta jadi penasaran. Sebenarnya saya tidak begitu bisa menulis puisi. Tapi entah mengapa, setelah melihat aksi Rangga menaklukkan hati Cinta hanya dengan puisi, saya jadi teringat pada cita-cita lama yang pernah saya lupakan : menulis sebagai pilihan hidup. Soo desu... karakter yang mirip karakter cowok-cowok manga dan anime (cool, penyendiri dan agak aneh) ini membuat saya yakin bahwa dengan menulis, kita bisa mendapatkan banyak hal positif : cewek (cinta), penghargaan dan... duit!
Oke, sampai di sini dulu. Kapan-kapan saya sambung lagi. Sebab, masih banyak karakter film yang akan saya bahas karena telah 'menyelamatkan' saya. Dengan kekuatan bulan, akan menghukummu eh, menghubungimu lagi!

Read More..

Sabtu, 16 Agustus 2008

ADEGAN SINETRON BODOH FAVORIT SAYA DAN USULAN UNTUK MENGGANTINYA MENJADI ADEGAN YANG LEBIH 'MASUK AKAL'

Maaf beribu maaf, jika tulisan ini hanya menambah panjang 'daftar' keburukan sinetron kita. Hanya, saya tidak sekadar menunjuk-nunjuk kebodohan insan persinetronan kita, tetapi juga berusaha membantu dan mengatakan : apa tidak sebaiknya begini saja supaya penonton tidak mencibir? Meski kebanyakan sinetron sekarang ditayangkan stripping, bukan berarti para pembuat sinetron bisa membodohi penonton dengan produksi yang isinya yah... berkelas 'daripada gak ada yang ditayangin, mendingan kaya gini aja deh'.
SI TUKANG NGINTIP DAN NGUPING
My most favorite silly scene is...the haunted people scene. Maksud saya, banyaaak sekali adegan dalam sinetron kita yang isinya orang-orang yang 'kurang kerjaan'. Misalnya, ada tokoh antagonis yang mau-maunya menghabiskan waktu, uang dan tenaga serta pikiran untuk mengikuti setiap gerak langkah orang yang ia benci seolah-olah dia sendiri tidak punya pekerjaan lain yang harus dilakukan. Kerjanya cuma menguntit, mengintip dari balik pohon (yang sebenarnya sama sekali tidak bisa menutupi tubuhnya) dan menguping pembicaraan 'musuh'. Celakanya lagi, dengan jarak terpaut cukup jauh, kok bisa-bisanya si penguntit mendengar semua pembicaraan musuhnya? Atau sebaliknya, jika jarak mereka cukup dekat, kok si penguntit tidak terlihat (padahal cuma menyembunyikan sebagian badannya di balik tembok) oleh yang dikuntit?
SARAN : adegan seperti itu dihilangkan saja karena tidak bermutu dan tidak mendidik (cieee!). Eh, ini benar. Kalaupun mau memata-matai, pakailah orang suruhan. Lebih bagus lagi pakai GPS, biar lebih canggih! Atau pakai metode penyelidikan a la Detective Conan: pakai perhitungan waktu dan pengecekan alibi, biar makin menarik dan kelihatan lebih 'cerdas'!


MAKAN BERSAMA YANG HEBOH
Adegan berikutnya adalah adegan makan pagi/siang/malam sekeluarga yang 'heboh'. Makan di meja makan dengan dandanan di rumah yang super menor dan hidangan yang cukup untuk menjamu tetangga sebelah beserta teman-temannya.
SARAN : walaupun adegan macam begini biasanya dimainkan tokoh-tokoh dari keluarga 'kaya', jangan norak-norak amat, ah. Biasa sajalah, tidak usah mengumbar kemewahan berlebihan. Masa' makan pakai lipstik dan blush-on tebal-tebal? Dandannya nanti saja, setelah makan selesai. Juga soal hidangan melimpah ruah tapi porsi yang diambil para tokohnya sedikit (biar dibilang perut priyayi!) seperti sedang diet. Makan dengan gaya formal khas aristokrat? Hehehe, Inul Daratista pun--sekalipun sudah jadi milyuner--lebih suka makan tempe bacem (biar ngga lemes, katanya) daripada direpotkan dengan makanan yang 'aneh-aneh'.
MENABRAK POHON TAPI MOBILNYA TETAP MULUS
Adegan bodoh favorit saya berikutnya adalah... adegan tabrak-tabrakan! Pernah menyaksikan adegan mobil menabrak pohon? Orang-orang dalam mobil berteriak dengan ekspresi yang lebih mirip teriakan pas nonton lomba 17 Agustusan, lalu kamera berputar seperti gasing yang sudah berputar setengah jam dan... Berikutnya yang kita lihat adalah pintu mobil terbuka lebar-lebar, para penumpangnya 'berserakan' dengan posisi menggantung di ambang pintu mobil atau telungkup di tanah. Ada dedaunan di atas mobil untuk menutupi bodi mobil yang masih mulus karena sejatinya, mobil tersebut tidak pernah menabrak apa pun. Jadi, mengapa pula orang-orang di dalamnya harus 'heboh'? SARAN : daripada memaksakan diri menyuguhkan adegan norak bin bodoh seperti itu, lebih baik adegan tersebut DIHILANGKAN. Untuk menginformasikan bahwa Si A dan Si B kecelakaan, lebih baik skip ke adegan di rumah sakit--sekalipun membosankan karena terlalu sering muncul--yang menggambarkan bahwa Si A dan Si B terluka parah atau tewas. Atau bisa juga lewat adegan pemberitahuan via telepon ke kerabat korban bahwa telah terjadi kecelakaan mobil. Tidak repot dan tidak akan ditertawakan penonton.
ANAK SEKOLAH YANG MENGGANGGU
Semua adegan yang menampilkan anak sekolah berdandan heboh, berambut gondrong dan kerjanya hanya menganggu teman sekolahnya yang lebih lemah (bullying). SARAN : seharusnya produser, sutradara dan penata kostum serta penulis skenario sinetron lebih sering main ke sekolah-sekolah untuk mengobservasi kenyataan di sekolah. Daripada menampilkan cewek berdandan menor dan hanya bisa mengganggu teman di sekolah, lebih baik mereka mengangkat hal lain seperti kemauan meraih prestasi di sekolah dan konflik yang umum timbul di sekolah seperti persaingan tidak sehat antar dua bintang basket atau contek-mencontek, hehehe. Tapi, ada cinta-cintaannya juga (asalkan tidak vulgar seperti komedi seks), biar tidak 'datar'...
BODI DITABRAK, CINTA BERTINDAK
Adegan tabrak-tabrakan yang melibatkan sepasang cowok dan cewek yang akhirnya saling jatuh cintrong. SARAN : waduh, apa tidak ada ide lain selain main tabrak-tabrakan seperti itu? Bagaimana kalau misalnya, cewek-cowok itu mulanya digambarkan bersaing (bukan saling benci) dengan sengit dalam berbagai bidang? Lalu, pada saat kritis, mereka 'terpaksa' saling membantu dan bekerja sama hingga akhirnya jatuh cinta. Atau, adegan pertemuan itu dibuat mirip dengan kisah lagu Mak Comblang-nya Potret. Kan seru, tuh? Pokoknya, segala cara ditempuh agar adegan tabrak-tabrakan itu tidak terwujud. Eneg, tahu?!
HANTU MEJENG
Adegan bodoh lainnya adalah...hantu mejeng. Baik sinetron maupun film bioskop sebenarnya sama : suka menampilkan hantu gondrong mejeng di ujung lorong atau di depan pintu. Diam di situ sampai pemeran yang melihatnya teriak-teriak dan kabur ke dalam rumah. Saya baru tahu, hantu ternyata banci tampil juga ya? SARAN : daripada mengandalkan hantu mejeng yang cuma mengagetkan tapi tidak menakutkan, lebih baik membangun suasana mencekam dan menakutkan melalui skenario dan eksekusi yang matang dan tidak mengada-ada. Hantu berbedak tebal sudah basi, cari sosok hantu lain yang kira-kira membawa 'angin segar'. Untuk yang satu ini, maaf, saya tidak ada ide bagaimana sebaiknya sosok hantu itu ditampilkan...

Demikianlah, ocehan saya kali ini, seorang pembosan yang bosan melihat adegan-adegan klise (dan bodoh) dalam sinetron. Saran saya mau diikuti atau tidak, terserah...

Yukkk...


Read More..