Jumat, 23 Oktober 2009

CLOUDY WITH A CHANCE OF MEATBALLS : JANGAN BERLEBIHAN

Dua hari yang lalu, setelah menonton film ini, saya jadi teringat pada lagu dangdut (yang nyanyi kalau tak salah Vetty Vera) yang intinya menyarankan agar manusia menyukai yang 'sedang-sedang' saja. Dalam film berjudul puanjang ini, pesan dari lagu tersebut ternyata sejalan dengan lagu lama tersebut.

Adalah Flint Lockwood, cowok jenius yang dianggap aneh oleh orang-orang di sekitarnya, kecuali oleh mendiang ibunya. Flint yang bercita-cita membuat penemuan hebat, dianggap pengacau oleh penduduk kota tempatnya tinggal karena penemuan-penemuannya yang mengganggu orang-orang di sekitarnya. Di sisi lain, Flint juga melihat bahwa orang-orang di kotanya sudah bosan makan sardin, makanan utama penduduk kota. Oleh sebab itu, Flint berusaha membuat makanan cepat saji berbahan dasar air melalui mesin ciptaannya yang bernama aneh (susah banget namanya, pokoknya!).

Di sinilah konflik bermula. Mesin ciptaan Flint ternyata mampu menimbulkan hujan makanan. Penduduk kota jadi senang dan Flint terlena oleh puja-puji penduduk setempat atas keberhasilannya membuat makanan-makanan lezat.


Namun, hal itu tak berlangsung lama. Para penduduk diserang penyakit seperti kegemukan dan apa yang disebut food comma (:D) akibat kelebihan makanan sampah. Belum lagi masalah itu beres, Flint baru menyadari bahwa hujan makanan ciptaannya berubah menjadi hujan makanan raksasa : pizza raksasa, jagung manis raksasa, hot dog raksasa dan sebagainya. Parahnya lagi, makanan tersebut bermutasi menjadi 'hidup' dan mampu menyerang manusia. Belum lagi kerusakan materil yang ditimbulkan akibat hujan makanan raksasa tersebut. Segalanya menjadi kacau dan Flint, dibantu Sam Sparks, reporter pintar yang disukainya, harus menghancurkan mesin buatannya sendiri....

Ini film yang kreatif, orisinal dan cukup seru. Tentu saja, saya masih lebih menyukai UP, tapi CLOUDY.... cukup menghibur. Soundtrack dan scoringnya juga asyik, khas remaja banget. Bikin kita merasa fun. Tapi tentu saja, saya tidak kepingin bumi kita dikotori oleh hujan makanan yang tak terkendali :D

Silakan ditonton. Dijamin, aman untk keluarga, kecuali jika hujan makanan benar-benar terjadi.....

Gambar:
imdb.com

Read More..

Rabu, 21 Oktober 2009

INGLOURIOUS BASTERD : HELL YAH, BASTARDS!

Katanya, ada kecenderungan dari praktisi perfilman Hollywood untuk membuat film yang tak lagi menempatkan Nazi sebagai pihak yang beringas dalam membantai kaum Yahudi. Tapi ternyata, INGLORIOUS BASTERDS masih menjadi perpanjangan dari tradisi tersebut. Yah, kurang lebih samalah dengan tradisi menggambarkan muslimin dan muslimat sebagai "teroris".

Saya nonton film ini dua hari yang lalu. Lagi-lagi sendirian saja, karena dua sahabat saya yang sedikit lebih waras daripada saya, memang terhitung malas menonton film di bioskop. Mereka tidak peduli, sekalipun sudah tidak up-to-date lagi, mereka lebih memilih menonton film di TV yang gratis dan tidak perlu meninggalkan rumah.

Maka, jadilah saya menonton Aldo Raine (Brad Pitt) dengan pasukan kecilnya yang terdiri dari keturunan Yahudi, meneror tentara Nazi dengan cara-cara yang tak kalah kejam dan sadisnya dengan genosida oleh Nazi terhadap kaum Yahudi itu sendiri. Di sini, Raine dan kawan-kawan adalah tentara Amerika (dinas super rahasia), bukan mewakili secara resmi kelompok Yahudi tertentu sehingga apa yang mereka lakukan tidak bisa dikatakan sebagai perjuangan membela bangsa Yahudi. Kalau Raine merekrut tentara keturunan Yahudi tersebut, maka itu semata demi kepentingan Amerika. Buktinya, sekalipun selalu berkoar bahwa mereka ingin meneror Nazi, namun tetap saja, Raine dan kawan-kawan peduli dengan berapa orang tentara Nazi yang ada, posisinya di mana dan apa saja senjata mereka (simak adegan yang memperkenalkan Donny Donowitz (Eli Roth), yang suka memukul kepala orang dengan stik baseball). Ya iyalah, mereka 'kan tentara Amerika, bukan gerilyawan Yahudi. Sepanjang yang saya tahu, tidak ada cerita mengenai perlawanan kaum Yahudi terhadap Nazi yang difilmkan. Biasanya, film mengenai perlawanan terhadap Nazi menempatkan pihak dari negara tertentu (entah Prancis atau Amerika Serikat) sebagai jagoannya, bukan orang yang merepresentasikan kaum Yahudi itu sendiri. Barangkali, itu sebabnya, INGLOURIOUS BASTERDS adalah fiksi, karena barangkali, memang tidak ada kisah heroik kaum Yahudi yang dapat difilmkan. Selalu dan selalu saja, kaum Yahudi yang menjadi korbannya....


Tapi, eh, tunggu dulu, coy! Saya ngoceh di atas itu ternyata adalah kekeliruan (atau memang sudah benar?). Sebab, selain para Basterds, masih ada Shosanna Dreyfus (Melanie Laurent), cewek Yahudi-Prancis yang berniat membalas dendam atas kematian keluarganya oleh Nazi. Shosanna, yang sudah berada pada puncak dendamnya, menghalalkan segala cara demi membunuh sebanyak mungkin kaum Nazi (dan orang Jerman). Dia nekad membakar bioskop miliknya sendiri agar dapat membunuh Hitler dan segenap jajarannya, yang sedang menonton sebuah film Jerman berjudul Nation's Pride. Bahkan, cewek yang kelihatannnya lugu itu tak segan mengancam keselamatan orang lain demi menuntaskan dendam kesumatnya. Cewek cantik ini, sama saja dengan para Basterds, tak segan membunuh meski dengan motif yang lebih lugas : hanya balas dendam.

Tapi, favorit saya justru Hans Landa (Cristoph Waltz), petinggi Nazi yang dijuluki Pemburu Yahudi. Landa yang pintar dan tampak ramah, ternyata licin dan punya indra 'penciuman' yang sangat tajam. Sebenarnya, di antara sekian tokoh yang mondar-mandir dalam film ini, Landa-lah yang paling berbahaya. Dia licik dan pandai memanfaatkan situasi serta tidak pandang bulu dalam membunuh. Sekalipun orang Jerman seperti Bridget von Hammersmark (Diane Kruger), bintang film Jerman yang bekerja sama dengan Raine, jika ia berkhianat, maka Landa tak akan segan membunuhnya. Maka, saya pun merasa bahwa 'hukuman' yang dijatuhkan pada Landa pada akhir film, tidak sepadan dengan kejahatannya selama menjadi tentara Nazi. Hm... kelihatannya saya memang setuju-setuju saja bahwa Nazi memang kejam dan pantas dihancurkan, sementara kaum Yahudi yang lemah, sudah sepatutnya membalas.

Ya enggak, dong! Bagi saya, film ini hanya berkisah tentang sekumpulan orang haus darah dengan berbagai alasan : balas dendam, demi tugas dan lain-lain. Maka, tak heran bila saya bersimpati (walaupun sedikit) pada Fredrick Zoeller (Daniel Bruhl), pahlawan Nazi yang jatuh cinta pada Shosanna. Menjelang akhir film, Shosanna sempat merasa kasihan dan mungkin agak merasa bersalah karena telah memanfaatkan Zoeller demi menuntaskan misinya. Tapi, Zoeller yang hanya manusia biasa, tentu saja tak terima dengan perlakuan Shosanna....

Oh iya, namanya juga film. Selain para Basterd yang tidak pernah ada, ada satu lagi fakta sejarah yang diplesetkan dalam film ini. Gara-gara pelintiran itu, sekali lagi, kaum Yahudi berhasil ditunjukkan sebagai pahlawan. Ouh, Adolf Hitler di sini kok lebih mirip anak kecil yang cengeng? Duh, duh Pak Tarantino, bener-bener deh, Bapak ini....

Gambar :
www.imdb.com

Read More..

Minggu, 18 Oktober 2009

GET MARRIED 2 : SEBAIKNYA SEKUEL SEPERTI INI CERITANYA

Akhir-akhir ini saya selalu telat menonton film Indonesia. Buktinya, setelah MERAIH MIMPI, sekarang GET MARRIED 2 yang telat saya tonton. Karya terbaru Hanung Bramantyo ini baru saya tonton dua hari yang lalu, satu bulan setelah film ini ditayangkan di bioskop!

Meskipun saya tidak mengikuti GET MARRIED, saya bisa memahami jalan cerita GET MARRIED 2 ini. Bagi saya, sebaiknya sekuel sebuah film dibuat seperti ini, yakni ceritanya jangan bersambung, sehingga masing-masing film memiliki cerita yang berdiri sendiri.

Tentang filmnya sih, yang pasti lebih lucu daripada film yang diproduseri oleh Hanung, THE TARIX JABRIX 2 (yang ini sih, susaaah banget bikin saya ketawa). Ceritanya seputar krisis rumah tangga MAE dan RANDY yang sudah berumah tangga empat tahun, tapi belum juga punya anak. Segala cara diupayakan, namun tetap saja gagal, hingga pada akhirnya orang tua MAE mengultimatum mereka : hamil atau pisah! Akibatnya, karena masih cinta, MAE dan RANDY terpaksa backstreet.


Masalah kian rumit karena MAE curiga RANDY berselingkuh dengan wanita lain. Sebaliknya, RANDY merasa bahwa tiga sahabat MAE, hanya memanfaatkan posisi mereka sebagai sahabat untuk mengambil keuntungan dari RANDY yang kaya raya. Bahkan saat MAE ternyata positif hamil pun, masalah tak berhenti sampai di situ saja. Sebab, kali ini giliran orang tua MAE dan RANDY yang bersitegang. Pusing, dah!

Saya suka film ini. Memang sih, tidak seasyik yang saya harapkan (mengingat film ini laris sekali), tapi bolehlah buat hiburan. Daripada menonton beberapa film asing yang bikin kecewa karena skenarionya jelek, mendingan GET MARRIED 2, deh.

Oh iya, besok insya Allah saya akan menonton INGLORIOUS BASTERDS. Katanya sih ceritanya bagus dan banyak adegan kekerasan di dalamnya. Setelah membaca sebagian skenarionya, saya pikir film ini memang bisa direkomendasikan, sekalipun ceritanya mendiskreditkan sekelompok tertentu yang bagi saya, gak ada masalah dengan segala yang mereka lakukan. Ehm, dalam hal ini, saya tidak bicara soal tokoh utamanya, ya...

Dan mudah-mudahan, setelah film-nya Tarantino itu, giliran sebuah film animasi lagi bisa saya tonton....

Gambar:
www.21cineplex.com

Read More..

Selasa, 06 Oktober 2009

MERAIH MIMPI : TERLALU BANYAK PESAN

Saya baru dapat kesempatan menontonfilm ini tadi siang, saat sedang off. Sebenarnya sih tidak begitu berminat.Sebab, saat melihat cuplikan filmnya dalam sebuah workshop bulan Juni atau Juli yang lalu, saya merasa bahwa animasinya tidak begitu istimewa dibandingkan dengan film sejenis buatan negara sahabat dengan biaya yang jauh lebih rendah. Namun karena sudah telanjur berjanji pada pada para pembuat film ini (sutradara & segenap produser serta koordinator dubber-nya) bahwa saya pasti menonton, maka saya pun menonton-lah. Lagipula, mengetahui bahwa untuk membuat film ini butuh waktu 5 tahun, saya rasa hal itu perlu dihargai. Lagipula, animatornya orang Indonesia, kok.

Dan sesuai kata hati nurani, ternyata saya memang tidak perlu bersusah-susah untuk menontonnya karena hasilnya kurang memenuhi harapan. Yah, mengerti sih, dengan biaya 5 juta dollar AS yang jauh di bawah biaya produksi film-film Disney dan Pixar, kita memang tidak bisa mengharapkan animasi sekelas Chicken Little, misalnya. Tapi setidaknya, skenarionya jangan se-ancur Chicken Little atau Hercules, dong!


Saya pikir, dengan cerita dasar yang sudah bagus, para pembuat film ini bisa membuat film dengan kisah yang menyentuh dan menggugah seperti judulnya : Meraih Mimpi. Namun, karena terlalu banyak misi dan pesan yang hendak dijejalkan dalam waktu kurang dari dua jam durasi film, saya jadi kesulitan menangkap inti pesan film ini. Akibatnya, terlalu banyak konflik yang dipaksakan untuk ukuran film keluarga yang semestinya lebih sederhana dan menghibur. Atau, jangan-jangan saya yang terlalu bodoh, sehingga baru begitu saja, sudah kebingungan? Mudah-mudahan karena saya memang bodoh ya, hehehe.

Pertama, Dana (suara oleh Gita Gutawa yang cantik dan bersuara merdu itu), tokoh utama film, ingin terus bersekolah meskipun hanya tinggal di kampung sederhana. dan berasal dari keluarga pas-pasan pula. Kedua, Dana harus berhadapan dengan Somad ayahnya (Uli Herdinansyah) karena ingin menikahkannya dengan Ben (Indra Bekti), teman sekolah yang tidak disukainya. Ketiga, Dana ingin mencegah penggusuran dan perusakan lingkungan oleh Pairot (Surya Saputra), ayah Ben, dan konco-konconya. Keempat, Dana sempat bersinggungan dengan adiknya Rai (Patton Idola Cilik) dan Somad karena Dana mendapatkan beasiswa yang juga sangat diinginkan oleh Rai. Wuf, empat konflik! Ujung-ujungnya, konflik keempat yang harus dikorbankan hingga penyelesaiannya pun menjadi sangat sederhana.

Tapi, sudahlah soal cerita. Yang paling membuat saya bete dari film ini justru adalah dialog-dialognya yang seperti Merah Putih, sangat 'bule'! Dialog seperti , "ayolah, Kakak tidak usah membuktikan apa-apa" yang diucapkan Rai, misalnya. Hehehe, dalam film Huliwud sih, banyak bertebaran. Atau, jangan-jangan karena yang bertugas mengindonesiakan skenario adalah Nia di Nata (kita tahu, seperti apa karya-karya beliau sebelum Meraih Mimpi ini), sehingga dialog asing seperti itu enak-enak saja di kuping yang bersangkutan?

Waduh, pusing, deh! Yang pasti, saya keluar dari gedung teater dengan perasaan biasa-biasa saja. Agak sebal juga sih, kok skenarionya biasa saja? Kalau animasinya sih, itu urusan lain. Ngerti, biayanya terlalu mahal. Lima juta dollar, bo!

Tapi syukurlah, film ini sempat laris sekali pada masa libur Lebaran yang lalu. Semoga, ke depannya, akan ada film animasi buatan animator Indonesia (dan juga ditulis oleh orang Indonesia) yang lebih baik daripada Meraih Mimpi.

Akhir kata, Meraih Mimpi tidak buruk, tapi juga tidak istimewa dari segi cerita.... Maju terus perfilman animasi Indonesia!

Gambar :
Meraih Mimpi

Read More..