Jumat, 07 Agustus 2009

MERANTAU : MAAF, TIDAK ADA JILID DUA

Sepupu saya, yang lahir dan besar di Jakarta, suka memandang enteng hal-hal berbau 'kampung'. Makan makanan tidak enak, disebutnya makanan dari kampung. Bertemu orang yang gaptek, sekalipun ia tahu bahwa orang tersebut berasal dari kota besar seperti Jakarta, disebut orang kampung.

Padahal, orang kampung punya segudang kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang kota. Misalnya, keinginan yang kuat untuk membantu sesama manusia, sekalipun si orang kampung tersebut tidak mengenal siapa yang ditolong.

Keikhlasan dan keberanian 'orang kampung' dalam menolong orang yang baru ia temui inilah yang menjadi inti kisah dari MERANTAU, sebuah film yang menyuguhkan aksi-aksi laga yang seru dan menegangkan. Adalah Yudha (Iko Uwais), seorang pemuda asal Bukittinggi yang merantau ke Jakarta, meninggalkan ibu dan abangnya di kampung. Yudha ingin menjadi lelaki sejati. Diharapkan, dengan merantau, Yudha akan mendapatkan pengalaman hidup yang akan menjadi bekal dalam hidupnya.

Namun dalam perantauannya, Yudha justru bertemu dengan dua bersaudara, Astri (Sisca Jessica) dan Adit. Dua anak malang ini, dibantu Yudha, menghindar dari kejaran komplotan pedagang wanita pimpinan seorang bule yang entah siapa namanya itu. Maka, dimulailah petualangan dan pertarungan demi pertarungan antara Yudha melawan sindikat perdagangan manusia tersebut.

Saya pernah membaca resensi untuk film ini. Katanya, dari segi cerita, film ini sempat kedodoran-lah atau apa-lah. Tapi saya tidak peduli. Saya suka film ini, suka sekali!

Seharusnya, inisiatif membuat film seperti ini tidak datang dari orang-orang bule semacam GH Evans, tetapi dari orang Indonesia sendiri. Namun apa yang terjadi saat filmnya sudah selesai diproduksi? Ada yang mengkritik nama para tokohnya yang katanya, lebih mirip nama orang Jawa daripada nama orang Sumatera, serta hal-hal kecil lain yang terlalu konyol untuk dipersoalkan.

Walaupun saya bukan orang Sumatera dan film ini tidak disutradarai oleh orang Indonesia, saya tetap bangga, Indonesia bisa memiliki film sebagus ini. Saya belajar banyak dari film ini. Terutama, belajar bagaimana mengangkat dan mengemas muatan lokal menjadi sebuah film yang menarik, tidak menggurui dan yang paling penting, tidak membosankan. Masa bodoh dengan berbagai kritik yang ditujukan pada film ini. Bagi saya, ini film yang bagus.

Saya bahkan heran, mengapa film ini--saat saya tonton di bioskop--tampaknya sepi peminat? Jumlah penonton hanya sekitar 8-10 persen dari daya tampung teater. Mudah-mudahan hal ini bukan karena saat itu masih jam kantor dan jam sekolah. Saya jarang sekali berharap agar sebuah film bisa ditonton oleh banyak orang. Namun khusus untuk MERANTAU, saya bahkan berdoa semoga banyak orang bisa menonton sekaligus memetik pelajaran--pelajaran apa saja--dari film berdurasi 2 jam ini. Sekadar catatan, kelihatannya, tidak akan ada film MERANTAU JILID DUA. Jadi, kalau mau nonton aksi Iko Uwais sebagai Yudha, sekaranglah saatnya!

Satu hal lagi, film ini menunjukkan bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Jika kita membantu orang lain, lakukan dengan tulus. Syukur-syukur bisa mengubah hidup orang yang kita bantu tanpa pamrih tersebut.

Membantu orang lain dengan ikhlas dan tidak setengah-setengah, itulah yang membedakan 'orang kampung' dengan 'orang kota'.

5 komentar:

kunderemp mengatakan...

Kedodoran kan bukan berarti buruk.. :D

Aku juga suka kok ceritanya. Punya potensi sebenarnya. Suka banget dengan akhir ceritanya.

Jadi kalau aku ditanya, "bagus gak?", aku selalu jawab, "akhir film akan membuatmu memaafkan segala kelemahan cerita filmnya".

Nonton dua kali, yang pertama diundang oleh Gareth Evans sendiri. Yang kedua, pakai uangku (biar bisa nonton di bangku favorit).

Anonim mengatakan...

bos,
saya suka cara nulisnya. boleh ya blognya dipajang di tmpt saya.

=)

agn mengatakan...

mungkin yg bikin kurang sreg adalah akting pemainnya.. tapi overall saya suka lah... CIATTTTTTTTT!

PNMF mengatakan...

Makasih buat komentarnya. I Love You Full!

MUHAMMAD YULIAN MA'MUN mengatakan...

Udah lama gak liat sinema laga semacam film barry prima & advent bangun yang sempat ngetop tahun 80an...

Moga2 produser yang mau ngangkat kisah Wiro Sableng ke layar lebar :)