Jumat, 12 Juni 2009

POCONG LAGI POCONG LAGI, CAPE DE....

Siang ini, karena sedang tidak sibuk, saya main ke Detos (maklum, anak Depok...) dengan niat jalan-jalan sekaligus nonton. Bukan KCB, soalnya saya malas ngantri beli tiketnya. Saya mau nonton film lain, kalau bisa film Indonesia.

Tadinya, saya pikir film seperti King atau paling apes Tarix Jabrix 2 sudah tayang. Ternyata belum, tuh. Selain KCB yang menghiasi dua dari empat layar sinepleks 21, ada The Virgin 2 dan satu lagi film Indonesia yang saya kurang ingat judulnya. Yang pasti, dalam judul film yang (kelihatannya) horor itu, ada kata "pocong".

Pocong lagi, pocong lagi, cape de....

Saya tidak membahas film tersebut karena saya tidak (akan pernah) menontonnya. Soalnya, belum apa-apa, saya sudah terganggu dengan kata "pocong"-nya.

Bagaimana tidak terganggu atau bahkan tersinggung, jika pocong--istilah 'kasar' untuk jenazah kaum muslimin yang sudah dimandikan dan dikafani lalu dishalatkan, dijadikan bahan untuk menakut-nakuti penonton? Kita, yakni para muslim, disama-samakan dengan sesuatu yang menakutkan. Padahal, siapa sih, muslim yang tidak akan dikafani setelah meninggal dunia nanti?


Saya tidak anti film horor dan punya pendapat bahwa Jelangkung adalah film horor Indonesia yang bagus dalam arti, mampu membuat penonton ketakutan. Dalam film itu hanya ada Suster Ngesot dan tidak ada pocong. Perhatikan, tidak ada pocong-nya!

Sepertinya, para pembuat film horor 'asal bikin, yang penting penonton kaget dan kalau bisa horny melihat keseksian tubuh pemeran wanita-nya' tersebut tidak akan memikirkan apa-apa selain duit. Tapi, sekali lagi, mengapa harus pocong?

Pocong disamakan dengan setan yang menakutkan. Padahal semua orang yang beragama Islam setelah meninggal nanti akan dikafani, dijadikan--sebenarnya saya tidak suka istilah ini--pocong. Artinya, setelah mati nanti, kaum muslimin disamakan dengan setan, dong....

Saya tidak bermaksud menyinggung kaum muslimin karena saya juga memeluk agama Islam dan insya Allah akan mempertahankannya sampai mati. Justru karena itulah, saya tersinggung kalau pocong dijual untuk menakut-nakuti orang. Kalau kaum muslimin yang lain tidak tersinggung, terserah. Tapi saya tidak rela kalau kelak meninggal dunia, saya dianggap sama dengan setan, setidaknya di mata orang-orang yang membuat dan menonton film horor yang ada pocong-nya tersebut. Saya 'kan keren (narsis...), kok disama-samakan dengan setan, sih?

Ah, sudahlah. Yang pasti, setelah melihat poster film 'yang ada pocong'-nya tersebut, saya jadi kehilangan selera menonton. Lebih baik turun, cari makan, terus pulang. Hanya gara-gara pocong.

Pocong lagi, pocong lagi, cape de....

2 komentar:

Afni Rustam mengatakan...

Assalamualaikum... Salam kenal ya...
setuju tuh sama pemikiran kamu... tul banget!!! lebih gemes lagi kalo sutradara'a orang yang tidak mengerti ttg Agama Islam, sempat juga saya lihat ada beberapa judul film horor yang sutradara'a dari "seberang" maaf...maaf sebelum'a u/yang kurang berkenan m'baca comment saya

tapi ngomong-ngomong ngana orang manado, ato pernah tinggal di Manado.. kayak'a Fasih tu logat hehehehe

—¤(rIDa)¤— mengatakan...

iya, ya om ya.., padahal sekarang film2 yang berbau pocong udah gak musim.

lagian bukannya serem malah lucu..
hehe..