Saya baru dapat kesempatan menontonfilm ini tadi siang, saat sedang off. Sebenarnya sih tidak begitu berminat.Sebab, saat melihat cuplikan filmnya dalam sebuah workshop bulan Juni atau Juli yang lalu, saya merasa bahwa animasinya tidak begitu istimewa dibandingkan dengan film sejenis buatan negara sahabat dengan biaya yang jauh lebih rendah. Namun karena sudah telanjur berjanji pada pada para pembuat film ini (sutradara & segenap produser serta koordinator dubber-nya) bahwa saya pasti menonton, maka saya pun menonton-lah. Lagipula, mengetahui bahwa untuk membuat film ini butuh waktu 5 tahun, saya rasa hal itu perlu dihargai. Lagipula, animatornya orang Indonesia, kok.
Dan sesuai kata hati nurani, ternyata saya memang tidak perlu bersusah-susah untuk menontonnya karena hasilnya kurang memenuhi harapan. Yah, mengerti sih, dengan biaya 5 juta dollar AS yang jauh di bawah biaya produksi film-film Disney dan Pixar, kita memang tidak bisa mengharapkan animasi sekelas Chicken Little, misalnya. Tapi setidaknya, skenarionya jangan se-ancur Chicken Little atau Hercules, dong!
Saya pikir, dengan cerita dasar yang sudah bagus, para pembuat film ini bisa membuat film dengan kisah yang menyentuh dan menggugah seperti judulnya : Meraih Mimpi. Namun, karena terlalu banyak misi dan pesan yang hendak dijejalkan dalam waktu kurang dari dua jam durasi film, saya jadi kesulitan menangkap inti pesan film ini. Akibatnya, terlalu banyak konflik yang dipaksakan untuk ukuran film keluarga yang semestinya lebih sederhana dan menghibur. Atau, jangan-jangan saya yang terlalu bodoh, sehingga baru begitu saja, sudah kebingungan? Mudah-mudahan karena saya memang bodoh ya, hehehe.
Pertama, Dana (suara oleh Gita Gutawa yang cantik dan bersuara merdu itu), tokoh utama film, ingin terus bersekolah meskipun hanya tinggal di kampung sederhana. dan berasal dari keluarga pas-pasan pula. Kedua, Dana harus berhadapan dengan Somad ayahnya (Uli Herdinansyah) karena ingin menikahkannya dengan Ben (Indra Bekti), teman sekolah yang tidak disukainya. Ketiga, Dana ingin mencegah penggusuran dan perusakan lingkungan oleh Pairot (Surya Saputra), ayah Ben, dan konco-konconya. Keempat, Dana sempat bersinggungan dengan adiknya Rai (Patton Idola Cilik) dan Somad karena Dana mendapatkan beasiswa yang juga sangat diinginkan oleh Rai. Wuf, empat konflik! Ujung-ujungnya, konflik keempat yang harus dikorbankan hingga penyelesaiannya pun menjadi sangat sederhana.
Tapi, sudahlah soal cerita. Yang paling membuat saya bete dari film ini justru adalah dialog-dialognya yang seperti Merah Putih, sangat 'bule'! Dialog seperti , "ayolah, Kakak tidak usah membuktikan apa-apa" yang diucapkan Rai, misalnya. Hehehe, dalam film Huliwud sih, banyak bertebaran. Atau, jangan-jangan karena yang bertugas mengindonesiakan skenario adalah Nia di Nata (kita tahu, seperti apa karya-karya beliau sebelum Meraih Mimpi ini), sehingga dialog asing seperti itu enak-enak saja di kuping yang bersangkutan?
Waduh, pusing, deh! Yang pasti, saya keluar dari gedung teater dengan perasaan biasa-biasa saja. Agak sebal juga sih, kok skenarionya biasa saja? Kalau animasinya sih, itu urusan lain. Ngerti, biayanya terlalu mahal. Lima juta dollar, bo!
Tapi syukurlah, film ini sempat laris sekali pada masa libur Lebaran yang lalu. Semoga, ke depannya, akan ada film animasi buatan animator Indonesia (dan juga ditulis oleh orang Indonesia) yang lebih baik daripada Meraih Mimpi.
Akhir kata, Meraih Mimpi tidak buruk, tapi juga tidak istimewa dari segi cerita.... Maju terus perfilman animasi Indonesia!
Gambar :
Meraih Mimpi
Dan sesuai kata hati nurani, ternyata saya memang tidak perlu bersusah-susah untuk menontonnya karena hasilnya kurang memenuhi harapan. Yah, mengerti sih, dengan biaya 5 juta dollar AS yang jauh di bawah biaya produksi film-film Disney dan Pixar, kita memang tidak bisa mengharapkan animasi sekelas Chicken Little, misalnya. Tapi setidaknya, skenarionya jangan se-ancur Chicken Little atau Hercules, dong!
Saya pikir, dengan cerita dasar yang sudah bagus, para pembuat film ini bisa membuat film dengan kisah yang menyentuh dan menggugah seperti judulnya : Meraih Mimpi. Namun, karena terlalu banyak misi dan pesan yang hendak dijejalkan dalam waktu kurang dari dua jam durasi film, saya jadi kesulitan menangkap inti pesan film ini. Akibatnya, terlalu banyak konflik yang dipaksakan untuk ukuran film keluarga yang semestinya lebih sederhana dan menghibur. Atau, jangan-jangan saya yang terlalu bodoh, sehingga baru begitu saja, sudah kebingungan? Mudah-mudahan karena saya memang bodoh ya, hehehe.
Pertama, Dana (suara oleh Gita Gutawa yang cantik dan bersuara merdu itu), tokoh utama film, ingin terus bersekolah meskipun hanya tinggal di kampung sederhana. dan berasal dari keluarga pas-pasan pula. Kedua, Dana harus berhadapan dengan Somad ayahnya (Uli Herdinansyah) karena ingin menikahkannya dengan Ben (Indra Bekti), teman sekolah yang tidak disukainya. Ketiga, Dana ingin mencegah penggusuran dan perusakan lingkungan oleh Pairot (Surya Saputra), ayah Ben, dan konco-konconya. Keempat, Dana sempat bersinggungan dengan adiknya Rai (Patton Idola Cilik) dan Somad karena Dana mendapatkan beasiswa yang juga sangat diinginkan oleh Rai. Wuf, empat konflik! Ujung-ujungnya, konflik keempat yang harus dikorbankan hingga penyelesaiannya pun menjadi sangat sederhana.
Tapi, sudahlah soal cerita. Yang paling membuat saya bete dari film ini justru adalah dialog-dialognya yang seperti Merah Putih, sangat 'bule'! Dialog seperti , "ayolah, Kakak tidak usah membuktikan apa-apa" yang diucapkan Rai, misalnya. Hehehe, dalam film Huliwud sih, banyak bertebaran. Atau, jangan-jangan karena yang bertugas mengindonesiakan skenario adalah Nia di Nata (kita tahu, seperti apa karya-karya beliau sebelum Meraih Mimpi ini), sehingga dialog asing seperti itu enak-enak saja di kuping yang bersangkutan?
Waduh, pusing, deh! Yang pasti, saya keluar dari gedung teater dengan perasaan biasa-biasa saja. Agak sebal juga sih, kok skenarionya biasa saja? Kalau animasinya sih, itu urusan lain. Ngerti, biayanya terlalu mahal. Lima juta dollar, bo!
Tapi syukurlah, film ini sempat laris sekali pada masa libur Lebaran yang lalu. Semoga, ke depannya, akan ada film animasi buatan animator Indonesia (dan juga ditulis oleh orang Indonesia) yang lebih baik daripada Meraih Mimpi.
Akhir kata, Meraih Mimpi tidak buruk, tapi juga tidak istimewa dari segi cerita.... Maju terus perfilman animasi Indonesia!
Gambar :
Meraih Mimpi
1 komentar:
sy sll pesimis dgn naskah film2 indonesia,,entahlah. terlihat kaku dan minim kosakata atau bahkan tekadang malah lebay. padahal, menurut saya, kekuatan film ada di skenario
Posting Komentar