Kadang, sebuah film membuat saya terpesona karena alur ceritanya yang menarik dan bikin sirik : kenapa bukan saya yang menulis skenario-nya? Tapi, sepandai-pandainya seorang (atau sebuah tim) penulis menulis skenario yang bagus (dan seru), tetap saja ada yang 'kecolongan' atau punya 'cacat' hingga cukup mengganggu logika.
Maksud saya bukan 'cacat' macam balon yang menerbangkan rumah dalam UP. Kalau yang itu sih, bukan 'cacat' namanya. Sebab, itu 'kan film fantasi, sama saja dengan penampilan alien dalam film-film fiksi ilmiah. Yang saya maksud adalah 'cacat' yang membuat penonton bertanya : kok dia begitu? Bukankah seharusnya dia berbuat begini? Itu dia....
Uhm, saya memang tak pandai menjelaskan. Kalau begitu, saya beri contohnya saja ya, dari tiga film favorit saya sepanjang 2005-2009 berikut ini.
JANJI J
ONI
Waduh, kalau yang ini sih, 'cacat'-nya luar biasa. Meski demikian, saya tetap cinta film ini, kok :D
Tapi tetap saja, saya terheran-heran, bagaimana mungkin Si Joni yang lugu itu bisa mengalami berbagai macam peristiwa di tempat yang berbeda-beda hanya dalam waktu satu jam?
Makanya skenario film ini tidak masuk nominasi Piala Citra 2005, karena semua orang juga tahu, petualangan si Joni hanya dalam waktu kurang dari sejam dalam menunaikan pekerjaannya ini sangat janggal dan bahkan tidak masuk akal. Apalagi adegan Joni memainkan drum tanpa tahu lagu yang akan dimainkan anak band yang baru dikenalnya. Saya rasa, hanya orang sekelas August Rush yang dapat melakukannya. Atau, Joni memang seperti itu? Kenapa tidak menjadi anak band saja, ya?
DISTRI
CT 9
Juri FFI 2005 kelihatan lebih jago dalam menilai sebuah skenario karena tak memasukkan skenario JANJI JONI ke dalam daftar unggulan Senario Terbaik, dibandingkan dengan Juri Academy Awards 2010 yang mengunggulkan skenario D9 sebagai Skenario Adaptasi Terbaik. Saya suka sekali film D9, tapi rasanya aneh saja melihat beberapa adegan dalam film ini. Sebab, film ini melupakan 'aturan' dalam film-film aksi yang menceritakan pengejaran buronan kelas kakap. Misalnya, seorang buronan harus dipersempit ruang geraknya dan harus dikejar sampai dapat. Maka, adegan-adegan berikut ini menjadi terasa aneh :
DE
ATH NOTE : THE LAST NOTE
Film mengenai pertarungan KIRA versus L ini bikin geregetan. Ceritanya dibangun dengan cerdas, bikin betah menonton sampai habis. Tapi, sesempurna apapun sebuah film, pasti ada saja 'cacat'-nya. Dalam film ini, 'cacat' menjelang akhir film sangat terasa. Tapi, karena pembuat film ini menutup film dengan mengedepankan rasa 'keadilan', saya jadi berusaha memahami 'cacat' film ini. Meski demikian, inilah 'cacat' atau keanehan film ini :
Ok, saya akan akhiri ocehan kali ini dengan ucapan semoga berkenan dan tidak ada yang tersinggung karena apa yang saya tulis di atas. Sejujurnya, saya cinta sekali film-film tersebut. Sehingga, saking cintanya, seandainya bisa, saya ingin memperbaikinya. Tapi... setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya engga ah.... Ntar malah jadi 'ancur' kaya' muka saya. Hihihi....
Peace!
Gambar-gambar : Internet Movie Data Base
Read More..
Maksud saya bukan 'cacat' macam balon yang menerbangkan rumah dalam UP. Kalau yang itu sih, bukan 'cacat' namanya. Sebab, itu 'kan film fantasi, sama saja dengan penampilan alien dalam film-film fiksi ilmiah. Yang saya maksud adalah 'cacat' yang membuat penonton bertanya : kok dia begitu? Bukankah seharusnya dia berbuat begini? Itu dia....
Uhm, saya memang tak pandai menjelaskan. Kalau begitu, saya beri contohnya saja ya, dari tiga film favorit saya sepanjang 2005-2009 berikut ini.
JANJI J

Waduh, kalau yang ini sih, 'cacat'-nya luar biasa. Meski demikian, saya tetap cinta film ini, kok :D
Tapi tetap saja, saya terheran-heran, bagaimana mungkin Si Joni yang lugu itu bisa mengalami berbagai macam peristiwa di tempat yang berbeda-beda hanya dalam waktu satu jam?
Makanya skenario film ini tidak masuk nominasi Piala Citra 2005, karena semua orang juga tahu, petualangan si Joni hanya dalam waktu kurang dari sejam dalam menunaikan pekerjaannya ini sangat janggal dan bahkan tidak masuk akal. Apalagi adegan Joni memainkan drum tanpa tahu lagu yang akan dimainkan anak band yang baru dikenalnya. Saya rasa, hanya orang sekelas August Rush yang dapat melakukannya. Atau, Joni memang seperti itu? Kenapa tidak menjadi anak band saja, ya?
DISTRI

Juri FFI 2005 kelihatan lebih jago dalam menilai sebuah skenario karena tak memasukkan skenario JANJI JONI ke dalam daftar unggulan Senario Terbaik, dibandingkan dengan Juri Academy Awards 2010 yang mengunggulkan skenario D9 sebagai Skenario Adaptasi Terbaik. Saya suka sekali film D9, tapi rasanya aneh saja melihat beberapa adegan dalam film ini. Sebab, film ini melupakan 'aturan' dalam film-film aksi yang menceritakan pengejaran buronan kelas kakap. Misalnya, seorang buronan harus dipersempit ruang geraknya dan harus dikejar sampai dapat. Maka, adegan-adegan berikut ini menjadi terasa aneh :
- Wikus masih bisa menarik uang di ATM setelah menjadi buronan untuk membeli makanan di sebuah rumah makan cepat saji. Kok rekeningnya tidak diblokir?
- Wikus dan Cristopher Johnson menyerbu kantor MNU dengan cukup mudah karena Wikus masih punya akses ke sana. Sebab, Wikus masih bisa menekan-nekan tombol, memasukkan account-nya (semoga istilah saya juga tidak 'cacat' :D) sebelum masuk ke sebuah ruangan di mana mereka akan mengambil cairan bahan bakar pesawat rancangan Cristopher Johnson! Mengapa bisa begitu?
- Saat pesawat rancangan bapaknya jatuh, anak Cristopher Johnson dengan mudahnya mengendalikan pesawat raksasa yang selama ini mengambang di udara agar 'menjemput' pesawat rancangan bapaknya. Kalau begitu saja, mengapa sampai repot-repot membuat pesawat mini dan mengumpulkan bahan bakar hingga puluhan tahun, kalau ternyata pesawat raksasa tersebut bisa dikendalikan dari bumi?
- Wikus masih bisa bertelepon-ria dengan istrinya dan HP-nya baru disadap setelah buron sekian lama. Waduh... Neil Blomkamp dan Terri Tatchell lupa ya, bahwa HP bisa disadap sekalipun tidak sedang digunakan selama baterainya masih terpasang?
DE

Film mengenai pertarungan KIRA versus L ini bikin geregetan. Ceritanya dibangun dengan cerdas, bikin betah menonton sampai habis. Tapi, sesempurna apapun sebuah film, pasti ada saja 'cacat'-nya. Dalam film ini, 'cacat' menjelang akhir film sangat terasa. Tapi, karena pembuat film ini menutup film dengan mengedepankan rasa 'keadilan', saya jadi berusaha memahami 'cacat' film ini. Meski demikian, inilah 'cacat' atau keanehan film ini :
- Adegan saat Misa Amane (Kira Kedua) mendatangi markas L sambil membawa Death Note Dewa Kematian Ryuk yang belakangan kita ketahui ternyata palsu. Namun mengapa saat Light Yagami (Kira Pertama) menyentuh Death Note palsu itu, ia bisa melihat Ryuk? Bukankah syarat untuk melihat Dewa Kematian adalah menyentuh Death Note asli? Padahal, Dewa Kematian yang 'dipelihara' oleh Light saat itu adalah Rem....
- Setelah Rem menulis nama Watari di Death Note-nya, ia hancur bersama buku tersebut dan Light mengetahuinya. Namun mengapa Light masih mengharapkan Death Note Rem yang dibawa oleh Soichiro ayah Light? Death Note yang ada hanya dua, tapi mengapa seolah-olah terlihat bahwa ada tiga Death Note, yakni Death Note yang (katanya) ada pada Soichiro, Death Note yang akhirnya dihancurkan oleh Rem dan Death Note (palsu) yang dipegang oleh Misa?
Ok, saya akan akhiri ocehan kali ini dengan ucapan semoga berkenan dan tidak ada yang tersinggung karena apa yang saya tulis di atas. Sejujurnya, saya cinta sekali film-film tersebut. Sehingga, saking cintanya, seandainya bisa, saya ingin memperbaikinya. Tapi... setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya engga ah.... Ntar malah jadi 'ancur' kaya' muka saya. Hihihi....
Peace!
Gambar-gambar : Internet Movie Data Base